Kamis, 08 September 2011

Kuperkosa Mantan Guruku

Namaku adi, aku saat ini berumur 21 tahun, aku sekarang masih kuliyah disalah satu universitas ternama di Malang. Waktu aku masih duduk dibangku SD aku pernah mempunyai seorang guru wanita yang membuatku selalu membayangkannya tiap malam. Dia bernama Bu Lilik Masriyah, dia sudah mempunyai suami bernama Pak Lukman yang juga seorang Guru. Bu lilik mempunyai 3 orang anak, anaknya yang pertama sebaya denganku sedangkan anaknya yang kedua kelas 1 SMA, anaknya yang ketiga duduk dibangku TK. Bu lilik dikenal oleh semua murid sebagai guru yang otoriter, begitu banyak murid murid yang takut bila dia yang mengajar. Tapi dimataku dia adalah wanita yang perfect. Saat ini Bu lilik adalah seorang wanita yang berumur 40 tahun yang anggun, dia cantik, kulitnya putih, hidungnya mancung, bibirnya merah delima, rambutnya sebahu, postur tubuhnya tinggi, body tubuhnya lumayan dan masih singset daripada wanita 40 tahun lainnya. Sewaktu aku masih duduk dibangku SD, tak sengaja sering terlihat BH yang dipakai Bu lilik waktu dia sedang menulis di papan tulis ataupun waktu dia sedang duduk. Hal – hal itu yang membuatku terbayang – baying setiap saat setiap waktu. Bisa dibilang masa puberku waktu itu terjadi karena sering membayangkan aku bercinta dengan Bu lilik. Dasar anak – anak pikirku.
Setiap pulang dari malang aku selalu lewat depan rumahnya, kulihat rumahnya selalu sepi. Mungkin setiap aku lewat dia tak sedang berada diRumah. Singkat cerita Waktu itu aku tiba dirumah pukul 12 malam. Aku sejenak duduk diruang tamu kulihat dimeja ada sebuah undangan reuni dari sekolah SD ku dulu. Besoknya aku datang ke tempat reuni aku bertemu dengan banyak teman – teman SD disitu. Kulihat Bu lilik juga hadir dalan acara tersebut. Ku lihat dia masih tetap cantik seperti dulu. Dalam acara tersebut panitia reuni mengadakan tour ke Bali dalam rangka ulang tahun berdirinya sekolah. Kebetulan 1 minggu aku libur kuliyah dan aku memutuskan untuk ikut dalam tour tersebut. Pukul 4 sore acaranya selesai. Aku segera menghampiri Bu lilik. Ku jabat dan kucium tangannya seraya memberi hormat padanya. Hanya beberapa menit kami ngobrol. Kulihat yang lain sudah pada pulang. “Bu nunggu siapa? Kok belum pulang? Nunggu jemputan yah??” tanyaku sambil tersenyum kecil. “iyah.. ibu nunggu jemputan anak ibu…”  jawabnya sambil membalas senyumku “loh memang suami Bu lilik kemana kok anak ibu yang jemput???” tanyaku lagi. “suami ibu lagi melayat ke rumah temanya kedua anak ibu dirumah tapi anak ibu yang sebaya dengan kamu kuliyah diSurabaya dan tadinya dia mau pulang dan sekalian jemput ibu gitu” “oh anak ibu kuliyah diSurabaya ngekost yah bu???” kemudian hp di tasnya Bu lilik berbunyi dan akhirnya dia mengangkatnya. Beberapa detik pembicaraan ku dengan dia terpotong dengan suara hp di tasnya. “oh anak ibu kos disana dia Cuma pulang 1 minggu 1 kali. Tapi kali ini dia gak bissa pulang karena banyak tugas di kampus….barusan dia nelpon ibu”  dalam hati ku berkata ini kesempatan untukku untuk bissa menawarkan sesuatu pada dia. “maaf bu lilik, kalau saya diperbolehkan biarkan saya saja yang nganterin ibu pulang…gimana bu???” “eeehhhmmm..gimana yah Di…eehhmmm… yauda deh ibu mau”

Setelah  sampai didepan rumahnya aku memintai dia nomor HP. Kemudian waktu terus berlalu. 2 hari berikutnya aku berangkat ke Bali bareng teman teman alumni yang ikut. Kulihat pula ternyata Bu lilik ikut dalam tour ini. Aku segera berpindah duduk disamping Bu lilik. “Bu suami dan anaknya kok gak diajak…” “suami ibu dan anak anak ibu pada gak mau ibu ajak… gak tau ni padahal kan gratis” waktu terus berlalu kami ngobrol cukup lama sampai tertidur dalam bus. Ingin sekali kudekap tubuh mulus nya itu tapi untung aku masih bissa mengendalikan diri karena banyak orang didalam bus itu.  Waktu terus berjalan, akhirnya pukul 5 pagi aku dan rombongan sekolah tiba di pantai sanur untuk melihat sunrise. Pukul 10 pagi aku dan rombongan tiba diHotel. Kebetulan aku dan rombongan menginap diHotel yang mewah dan berkelas tak heran kalau banyak orang kaya disitu. Aku segera masuk kamar dan melepas kepenatan dengan mandi dikolam renang. Saat mandi dikolam renang tak sengaja kulihat Bu lilik hanya mengenakan BH G- string berwarna hitam. Karena kebetulan kamarku dengan kamar Bulilik berdekatan hanya saja kamar Bu lilik berada di lantai atas dan kebetulan juga Bu lilik waktu ganti baju lupa menutup jendela dan akhirnya terlihat dari bawah. ‘wwooow nafsu birahi langsung memuncak., pemandangan seperti itu membuat penisku yang tadi tidur menjadi bangun dank eras dan amat keras. Dalam hati aku berkata “nanti malam aku harus bissa masuk kekamar bulilik”
Malam pun tiba. Pukul 8 malam aku mengetuk pintu kamar Bu lilik. Kuketuk beberapa kali tapi gak ada yang membuka. Kemudian aku hendak balik kekamarku, dan baru dua langka Bu lilik memanggilku. “Ada apa Di??? “ kulihat Bu lilik mengenakan baju tidur dan kulihat pula rambutnya basah. Ternyata dia habis mandi. “saya mau ngobrol sesuatu pada ibu gak papa kan kalau saya masuk, maaf bu kalau saya menggangu istarahat ibu” “ohhh… ya uda masuk ajah” langsung aku mengunci pintunya tanpa sepengatahuan Bu lilik. setelah didalam kamar aku ngobrol beberapa kata dengan dia. Kemudian aku bilang pada Bu lilik kalau aku suka kepadanya dan sangat mengaguminya. “Bu aku sangat ingin sekali memiliki kamu bu, tapi ibu sudah bersuami dan ibu sudah punya anak, kalau boleh memilih takdir aku ingin jadi suamimu Bu” langsung seketika Bu lilik kaget dan marah dengan pengakuanku tadi. “Di…kamu gak boleh sepeti ini pada Ibu…bagaimanapun juga Ibu ini tetap Mantan Gurumu dan harus kau hormati dan jangan mengada ngada tentang kata katamu tadi”
Aku segera mendekati tubuh Bu lilik. Terasa sudah keras penisku tertahan oleh CD yang kukenakan saat mendekati tubuhnya. Langsung dengan cekatan kucium pipinya yang sebelah kiri. “Astagfirullah Di…jangan…di…” saat Bu lilik melontarkan kata kata itu dengan nada marah dan kesal tanpa panjang lebar langsung masih dalam posisi  berdiri aku memeluk tubuhnya bu Lilik dengan erat, segera kuciumi pipinya dan bibirnya. “Di jangan Di….ibu mohon jangan” bu lilik hanya marah tapi dia tidak berontak seperti adegan adegan perkosaan lain. Dia hanya melarangku dengan kata – kata nya yang bernada marah tapi dia tak melawan bahkan tangannya diam tak berusaha mendorong tubuhku. Setelah beberapa kali kuciumi pipi nya baik sebelah kanan maupun kiri aku beralih ke lehernya yang putih dan mulus. Kuciumi dengan lahap lehernya, bahkan waktu itu aku mirip seperti orang kesetanan yang bringas. Dengan cepat kuciumi setiap lekuk leher bu lilik dengan bringas. “stop..hentikan ini Di…kamu jangan kurang ajar sama Ibu..aaaahhh…aaaahhh…hentikan Di….aaaahhh” kudengar nada kata katanya yang tadi seperti orang marah ternyata sekarang berubah menjadi lirih dan diiringi  dengan desahan desahannya yang membuatku semakin bringas dan liar menciumi lehernya. Aroma wangi tubuhnya membuat  penisku seperti ingin keluar merobek CD. Sambil menciumi leher dan bibirnya Segera aku melepas baju ku sedikit demi sedikit hingga kuhanya mengenakan CD Kulihat Bu lilik memejamkan mata sambil mendesah dan melarangku melakukan itu. “Di…jangan….Di….aaaaahhhhh….ini perbuatan dosa Di….aaaahhhh….sekali lagi…ibu mohon………aaaaaaahhhhhhh”
Setelah puas menciumi lehernya aku langsung beralih menciumi bagian pundaknya  sambil mencoba melepaskan baju tidur yang dia pakai. “dasar….bajingan kamu…Di….hentikan…ibu mohon….aaaaaaaaahhhhh…..Ibu gak mau Di….ini dosa….….aaaaahhhhh….” dia terus mendesah sambil memejamkan mata. Tak lama kemudian Baju tidurnya terjatuh dilantai, kulihat dia memakai BH G-string merah, kulihat BH G string yang dia pakai seperti terlalu ketat dan kekecilan sehingga Payudaranya dibagian atas seperi mau menjumbul keluar. segera kusosor dengan lahap pundak dan dadanya yang terlihat mulus. Ditengah aksiku menciumi dadanya aku berkata pada bu lilik “Bu aku ingin sekali ibu orang yang pertama kali mendapatkan perjakaku ini, cccccpppppccckkk….. jadi aku mohon…mmmmuuuuaaaachhhh…mmmmhhhhcccchhh….. izinkan aku menjamah tubuh ibu yang mulus ini… karena sejak SD aku menantikan kesempatan seperti ini dengan kamu Bu” langsung kuteruskan ciumanku ke pundak dan dadanya yang mulus. “tapi kamu salah Di…ibu ini hanya wanita tua berumur 40 tahun… aaaaahhhh….tak pantas…kau perlakukan ibu sperti ini….….aaaaahhhhh…. ibu tak ada bedanya dengan ibu kamu sendiri….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….hentikan hentikan Di….kamu memang biadab….….aaaaahhhhh….dasar terkutuk kamu….aaaaahhhhh….” setelah puas kumenciumi dadanya kuciumi Payudaranya yang masih terbungkus BH G-String berwarna merah. Saat bibirku menyentuh tali BH nya. Aku benar benar seperti orang kesetanan dan bringas, kulahap dengan cepat hingga BH nya yang dia pakai basah karena air liurku. Kemudian sambil terus menciumi payudaranya yang terbungkus BH aku mencoba membuka kancing BH nya yang berada dibelakang punggungnya. Akhirnya tanganku berhasil meraih kancing BH nya. Segera kutarik dengan cepat terlepaslah BH yang dia pakai dan terjatuh diLantai.  Aku sangat kaget melihat ukuran payudaranya saat BH nya ku buka ternyata sangat montok dan besar, padahal dulu aku mengira payudaranya ukuranya kecil serta biasa saja, tapi setelah terpampang didepanku langsung dengan bringas/liar/lahap/bahkan seperti orang kesetanan aku lagsung menciumi kedua payudaranya yang montok itu baik kanan ataupun kiri, seperti orang yang tak sabaran dan tergesa gesa gaya ciumanku terhadap payudaranya itu.
“….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…. biadab kamu ….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…. jangan….aaaaahhhhh….jangan….aaaaahhhhh….jaaaaaaaaaangaaaaaannn Di” desahannya yang lirih sambil menegelus elus dan memegangi kepalaku. Sangat lama sekali aku menciumi kedua payudaranya. Tak henti hentinya kuciumi berulang ulang payudaranya. “mmmccchhhhh…mmmmmcccchhhh,…..” terasa nikmat sekali terasa seperti dipuncak kenikmatan saat kuberulang ulang kumenciumi kedua payudaranya. Setelah berulang kali kuciumi kumenghisap payudaranya yang sebelah kanan secara bergantian baek kiri maupun kanan”  beberapa menit lamanya aku gak tahu yang kurasa kulakukan ciuman dipayudaranya itu sangat lama dari pada yang ciumanku dibagian tubuhnya yang lain. Sambil terus menciumi dan menghisap payudaranya yang montok aku mendorong tubuh Bu lilik ke ranjang besar dan empuk itu. Bu lilik dan tubuhku terbaring di atas ranjang  dengan posisi tubuhku diatas tubuh Bu lilik. “….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…. biadab kamu ….aaaaahhhhh….….bangsat kamu aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…. jangan….aaaaahhhhh….jangan….aaaaahhhhh….jaaaaaaaaaangaaaaaannn Di”
setelah cukup lama ku menciumi dan menghisap kedua payudaranya  aku beralih ke perutnya. Kuciumi perut dan pusarnya sampai menuju vaginanya yang masih terbungkus oleh CD G-String Hitam. Kurasakan saat bibirku menyentuh vaginanya yang ternyata sudah basah sekali. Langsung sambil menciumi selakangannya yang wangi kumelorotkan CD G-string hitam yang dia pakai hingga terlepas dan terjatuh ke lantai. Kusosor dengan lahap vaginanya. “….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…. biadab kamu ….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…. jangan….aaaaahhhhh….jangan….aaaaahhhhh….jaaaaaaaaaangaaaaaannn lakukan itu ….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….stop ibu gak mau berbuat dosa….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….” tak lama kemudian Bu lilik tak melarangku tapi dia hanya mendesah berulang kali “….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh….….aaaaahhhhh…aaaauuuuuhh……”
setelah kumenciumi seluruh permukaan vaginanya ku beralih kebawa terus dan terus hingga jari kakinya. Sambil melepas CD yang kukenakan aku menciumi betis dan kakinya. Setelah kuciumi kaki dan jarinya aku naik keatas tubuhnya lagi. Kutindih tubuh Bu lilik sambil menancapkan penisku ke liang vaginanya. Kulihat Bu lilik pasrah sambil memejamkan mata. Tak lama kemudian penisku terbenam tepat diVaginanya Bu lilik yang dari tadi sudah basah sekali. Kugenjot tubuhku berulang kali. “….aaaaahhhhh….….oooohhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaauuuu….….aaaaahhhhh…. aaahhhhh….….oooohhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaauuuu….….aaaaahhhhh
….aaaaahhhhh….….oooohhhhh….….aaaaahhhhh…….aaaauuuu….….aaaaahhhhh” hanya desahan dan desahan yang keluar dari bibir bu lilik sambil memejamkan kedua matanya. Benar benar dipuncak kenikmatan walu berawal dari pemaksaan aku benar benar manusia paling bahagia didunia waktu itu. Setelah berulang kali ku menggenjot tubuhku, tak lamma kemudian kumerasakan ada yang menyembur deras dari penisku menuju liang vaginanya
setelah air mani itu keluar dan menuju liang vaginannya Bu lilik, aku menggenjot tubuhku lagi berulang kali dengan ritme yang pelan. Hingga air mani itu keluar berulang kali. Setelah beberapa saat kemudian aku merasa lelah sekali setelah berulang kali melakukan genjotan. Kulihat pula dari wajahnya Bu lilik kelelahan. Kulihat dia memejamkan matanya dan menoleh kea rah kiri dan tak berani memandang wajahku. Segera kutarik penisku dari vaginanya dan kuberbaring disampingnya sambil menciumi payudaranya. Ditengah ciumanku aku minta maaf pada Bu lilik ”Bu maafin aku… aku sudah berbuat dosa pada ibu…sekali lagi maaf” kemudian aku mengambil selimut dan aku berbaring disamping Bu lilik sambil memeluk tubuhnya yang mulus, kumenyelimuti tubuh kami berdua dengan selimut yang tebal. Karena udaranya sangat dingin. Kami berdua tidur bersama hingga pagi

Nafsu Pramuniaga

Sore itu saya melakukan sedikit shopping disupermarket kecil di dekat rumahku, AMARKET. Meski kecil, tempatnya nyaman, dan juga beberapa pegawai prianya yang lumayan ganteng. Ada satu pegawai yang sangat menarik. Namanya Sunaryo, tapi dipanggil Naryo.Umurnya sekitar 20an, masih muda. Rambutnya pendek rapi, baru saja dicukur. Wajahnya ganteng sekali,apalagi jika dia sedang menyisakan sedikit sisa
cukuran kumis dan brewoknya. Ah, gak tahan! Kulitnya memang gelap, seperti kulit kebanyakkan pria Jawa.Badannya biasa saja, tertutup oleh seragam kaos kemeja merah AMARKET. Namun saat dia menyilangkan lengannya di depan dada, nampak bahwa kedua tangannya itu lumayan kekar. Tiap kali berbelanja di situ, saya sering curi-curi pandang, berpura-pura mondar-mandir melihat barang. Sikap Naryo biasanya terlihat dingin, jarang senyum, kecuali jika sedang diajak bicara.
Entah kenapa, saat itu, ketika saya diam-diam memperhatikannya, Naryo ternyata membalas pandangan mataku. saya deg-degan sebab pandangan matanya
terlihat kaku dan dingin, seolah dia mencurigai saya ingin mencuri sesuatu. Memang tingkah lakuku terlihat agak aneh. Tapi hal itu disebabkan karena saya salah
tingkah memperhatikan dia, bukan karena saya berniat mencuri. Namun Naryo mendekatiku dan berbisik,
“Tingkah lakumu aneh banget dari tadi. Mau nyolong yach?” Nampaknya Naryo mencoba untuk tidak menimbulkan kehebohan.
“Nggak,” jawabku, gugup. Jelas saja aku gugup,ditanyai oleh pria yang saya taksir. Apalagi naryo ganteng. saya megap-megap mencari napas, sesak.
“Ayo sini, ikut saya ke atas,” ujar Naryo. Tanganku langsung ditarik. Saya tak bisa melawan, sebagian karena saya memang ingin diajak pergi olehnya. Tak ada pengunjung toko yang memperhatikan kami. Namun salah satu pegawai pria, teman kerja Naryo, melihat kami. Naryo membawaku ke belakang toko. Sebuah tangga menuju lantai atas berlokasi di situ. Pegawai ganteng itu lalu membawaku naik ke lantai atas. Lantai atas
dibangun untuk kebutuhan tempat tinggal para pegawai toko. Saya hanya melihat sebuah lorong pendek dengan banyak pintu, seolah sedang berada di dalam sebuah motel kecil. “Sini, masuk,” kata Naryo, membuka sebuah pintu. Ternyata saya dibawa masuk ke dalam gudang.
Gudang itu kecil, hanya diterangi sebuah lampu neon remang-remang. Tak ada jendela satu pun; hanya ada sebuah ventilasi. Suasana terasa sesak dan pengap.
Berbagai kotak produk bertumpuk di mana-mana. Naryo menutup pintu. Jantungku berdebar kencang, tak tahu apa yang sedang terjadi. “Kamu nyolong apa tadi?”
tanyanya agak ketus.
“Nggak kok,” jawabku, agak gemetar. Meski saya memang tak berslah, tetap saja takut.
“Bohong kamu! Sini, saya geledah,” balas Naryo. Dengan kasar, kedua tangannya meraba-raba badanku dari leher turun sampai ke pinggang. Saat dia sibuk meraba-raba
celana pendekku, saya hampir tak dapat menahan gejolak nikmat karena tangannya tanpa sengaja mengelus-ngelus kontolku yang mulai ngaceng. “Apa ini?” tanyanya, agak
kesal.
“Hmm… anu… itu batang saya,” jawabku, malu-malu sekaligus takut. Kontolku tumbuh semakin besar dan panjang, menciptakan tonjolan besar di dalam celana
pendekku. Tonjolan itu semakin besar berhubung sayatidak mengenakan celana dalam.
“Bohong, pasti barang curian. Ayo, buka!” gertaknya. Dan sebelum saya sempat membela diri, tiba-tiba Naryo sudah menarik celanaku turun. SRET! Kontol ngacengku
terekspos, bergoyang naik turun, terkena celana, di depan Naryo. Kedua bola pelerku tergantung lemas karena suhu ruangan yang agak panas. Tiba-tiba saja, kemudian, Naryo menggenggam batang kontolku dan langsung mengocok-ngocoknya. Tak ayal lagi, saya
mendesah kenikmatan. Melihat aku sangat menikmatinya, Naryo berkata, ” Bener dugaan gue. Loe ini homo. Pantes aja loe sering ngeliatin gue diam-diam. Kirain
gue gak tau?” Dengan kasar, Naryo juga melepas kaosku. Aku kini berdiri bertelanjang bulat di hadapan pria yang sering mengisi fantasi mesumku tiap kali saya onani. “Ini yang loe mau kan?” tanyanya dengan nada mencibir seraya memelorotkan celana panjangnya. Dengan kasarnya, Naryo memaksaku berlutut di depannya.
“…hhohh…” desahku ketika mataku menangkap pemandangan yang menakjubkan. Di depanku terpampangcelana dalam Naryo, briefs putih. Celana dalam itu nampak ketat sekali, terlalu sempit untuk ukuran pinggang pria ganteng itu. Benjolan besar nampak menghiasi bagian depan briefs itu, lengkap dengan noda basah. Rupanya Naryo sudah merencanakan semua itu sehingga dia sudah terlanjur terangsang. Kudekatkan hidungku pada tonjolan itu dan kuhirup dalam-dalam aroma kelaki-lakian Naryo. Mmm… sedap.. Aroma precum menyengat hidungku, merangsang nafsu birahiku.
“Jangan dihirup doank. Buka!” perintah Naryo, menekan kepalaku dengan kasar.
Dengan tangan gemetar karena gugup, saya menyelipkan jari-jariku masuk ke dalam karet celana dalamnya. Kulit tubuh Naryo terasa hangat dan agak basah dengan keringat. Lalu kepelorotkan celana dalam itu. Kontol Naryo mendesak keluar dan langsung menampar pipiku. Aku kaget dan melepaskan celana dalam itu. Briefs putih milik Naryo turun dengan sendirinya sampai ke mata kaki. Di hadapanku, kontol ngaceng kepunyaan
Naryo terlihat begitu menggoda.
Seperti kontol orang Jawa kebanyakkan, kontol Naryo bersunat. Jahitan sunatnya sangat bagus sehingga Naryo seolah terlahir dalam keadaan bersunat. Kepala kontolnya berkilauan berlumuran dengan cairan precum. Tegang, kontol itu berdenyut-denyut. Bentuknya indah sekali, seperti helm baja kemerahan. Ukurannya pun lumayan besar. Di pangkal batangnya ditumbuhi jembut. Kontol Naryo sungguh ……pun lumayan besar. Di pangkal batangnya ditumbuhi jembut. Kontol Naryo sungguh kontol terindah yang pernah
kulihat. Kulihat Naryo mendelik padaku, memaksaku dengan pandangan matanya untuk segera menghisap batang kemaluannya itu.
“Ayo, tunggu apa lagi. Isep kontol gue. Loe doyan kontol kan? Sekarang gue kasih kontol gue. Cepet isep!” perintahnya. Kontolnya didorong paksa ke
bibirku. Noda precum melumuri bibirku. Tanpa membantah, aku membuka mulutku. Kontol besar itu pun masuk. Mulutku penuh dengan batang kelaki-lakian Naryo. Rasa precumnya yang asin dan licin memenuhi syaraf perasa lidahku. Kontol itu masuk terus sampai bulu jembut yang tumbuh di pangkal kontol itu menggelitik hidungku. Aku hampir tersedak karena kontol itu hampir menyentuh anak tekakku. Wajah Naryo menyunggingkan sebuah senyum mesum. “…hhhoohhh… mulut loe anget dan basah… ooohh….”
Kemudian Naryo mulai menggenjot mulutku. Kontolnya ditarik maju-mundur dengan irama tetap. Untung aku sudah berpengalaman dalam hisap-menghisap kontol sehingga aku bisa mengimbangi gerakan kontolnya. Bibirku sengaja kukecilkan agar terasa sempit. Batang Naryo bergerak keluar-masuk semakin lama semakin cepat. “…mmmpphh… mmpphh…” Hanya itu yang bisa
kusuarakan.
Naryo semakin terangsang. “…hhhoo… aaahhh… aaahhh….” Dia memakai mulutku untuk mengentot. Saya cuma berlutut di tempat dan membuka mulutku sementara Naryo memuaskan libidonya. “…hhhoosshhh…. aaahhh….” Desahan-desahan mesum Naryo terus terdengar. Sementara itu, hawa pengap dan panas dalam gudang itu membuat tubuh kami berdua basah berkeringat. Naryo terpaksa melepas seragam kaos kemeja. Mataku terbuka dengan lebarnya, menikmati keindahan tubuh Naryo.
Tubuh laki-laki memang merupakan rangsangan hebat bagiku sebab kau adalah seorang pria homoseksual. Naryo memang tidak seatletis seperti yang kubayangkan. Namun, jika dibandingkan dengan pria biasa lainnya, tubuh Naryo bagus sekali. Dadanya nampak agak besar, bercampur dengan sedikit lemak. Kedua putingnya melenting, mengeras. Di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu halus. Puting Naryo yang berwarna coklat tua nampak kontras sekali jika dibandingkan dengan warna kulit tubuhnya yang sawo terang. Sedangkan perutnya rata tanpa otot. Keringat telah mengilapkan sekujur
tubuhnya. Kontolku makin ngaceng.
Mendadak Naryo mengerang-ngerang. “..aarrgghh… aaahhh…” Sedetik kemudian, kontolnya ditarik keluar. Saya terang saja kecewa. “…hhhooo… hampir aja,” katanya sambil terengah-engah. “Mulut loe enak banget, sampai-sampai gue udah mau ngecret.” Rupanya Naryo sengaja berhenti sebab dia tidak mau mencapai klimaksnya sebelum menikmati tubuhku. “Berbaring!” perintahnya lagi. Seperti anjing penurut, saya berbaring di atas tumpukan kardus. Dalam ahti, saya mtahu apa yang akan segera kudapatkan. Naryo pasti ingin mengentotku. Ooohh…. Ini yang kutunggu-tunggu!
“Gue denger, homo doyan dingentot. Gue mau nyobain loe,” katanya. Dengan itu, kedua kakiku dikangkang lebar-lebar sampai-sampai lubang anusku terasa seperti
ditarik. “Keliatan sempit. Pasti enak kalo dingentot. Loe doyan dingentot ‘kan?” Aku mengangguk-ngangguk, penuh antusiasme. Memang itu yang kuharapkan, agar bisa dingentot pria seganteng Naryo. Naryo mengangkat pinggulku tinggi-tinggi, kuat sekali dia. Mula-mula, kukira dia mau mencicipi kontolku tapi ternyata aku salah. Naryo cuma mau melumasi anusku saja dengan air liurnya. Beberapa kali dia meludahi anusku yang berkedut-kedut. Dapat kurasakan air liurnya melelh menuruni belahan pantatku. Lalu pinggulku dilepaskan begitu saja. Pantatku terhempas dan mengenai kardus.
Sekali lagi, kakiku dikangkangkan. kali ini, Naryo akan menyodomiku dengan kontolnya. “Gue mau loe memohon gue buat ngentotin loe. Ayo, mohon. Cepet!”
Apapun akan kulakukan agar si ganteng pramuniaga AMARKET itu sudi mengentoti pantatku yang lapar akan kontol itu. “Ngentotin saya, kumohon. Saya butuh
kontol Mas Naryo. Saya mohon agar Mas Naryo sudi mengentoti saya,” mohonku. Sudah lama saya tidak dingentot, makanya saya rindu sekali akan hajaran kontol di dalam anusku. Saya menekankan keinginanku dengan meraba-raba kepala kontolnya sambil melemparkan pandangan memelas. “Fuck me…”
“Loe yang minta, loh. Jangan nyesel,” sahut Naryo, mengocok-ngocok kontolnya. “Buka yang lebar,” katanya, kasar. Kakiku dipegangi dan dibuka lebar-lebar. Tangannya terbentang sambil menahan kakiku. “…aaahhh…” desahnya ketika kepala kontolnya
bergesekkan dengan anusku. Digesek seperti itu, anusku langsung berkedut-kedut liar, tak sabar untuk segera disodomi. “Terima kontol gue… hhhoohh…” desah Naryo, mesum. Kontolnya didorong masuk, menekan anusku. Pelan tapi pasti anusku terdorong masuk dan mulai membuka. Kepala kontol yang penuh precum itu pun masuk perlahan-lahan. Ooohhh…. rasanya enak banget.
Bagi mereka yang masih perjaka, tahap ini adalah tahap yang paling menyakitkan, tapi saya telah terbiasa. Anusku membuka semakin lebar seiring dengan semain masuknya kontol Naryo ke dalam tubuhku. Selama proses penetrasi itu, prmauniaga tampan itu terus-menerus mengerang keenakkan. “…hhooosshh… sempit bener… aaahhh… lebih sempit dibanding memek pacar gue… aaarrghh…” Ternyata Naryo adalah pria straight dan sudah mempunyai pacar wanita. Paling tidak, Naryo sekarang sedang mengentoti aku, dan bukan mengentoti pacarnya. “…hhhoosshh…. aahhh… dikit lagi…. aaahhh…. ayo… buka pantat loe… hhhoohh,,, biarkan gue… aaahh… massuukk… hhhoosshhh….”
Dan… PLOP! Kepala kontol itu akhirnya masuk! Aku mendesah, lega dan sekaligus puas. “…aaaahhhh…. kontol kamu besar banget…
aaahhh…. pantatku penuh, nih…. aaahhh….” Kedua kakiku kulilitkan pada pinggangnya. Oh, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Karyawan supermarket yang kutaksir sedang membenamkan kontolnya di dalam pantatku.
“Rasakan kontol gue. Loe pengen dkontolin ama kontol gue ‘kan? Pacar gue aja gak tahan, apalagi loe yang homo.” Dan Naryo pun mulai memompa pantatku. Mula-mula kontolnya ditarik keluar pelan-pelan. “…aaahhh…” desahnya ketika kulit kepala kontolnya bergesekkan dnegan dinding duburku. Setelah kepala kontol itu hampir keluar, Naryo mendorong masuk kontolnya. “…hhhoohhh….” desahnya lagi, matanya terpejam
rapat-rapat. Kontolnya ditarik keluar lagi, kemudian dibenamkan lagi, begitu seterusnya. Tarik,
“…aaahhh…”, dorong, “…uuugghh….”, tarik,
“….hhoosshhh…”, dorong, “aaarrggghh…”
Bukan hanya Naryo saja yang mengerang, aku pun turut menyuarakan kenikmatanku. Setiap kali kontolnya bergerak masuk, aku ngos-ngosan. Seolah sesuatu yang besar sedang menembus dalam-dalam. Saya bahkan merasa seakan-akan batang kontol Naryo akan keluar dari dalam mulutku! Tapi saat kontol itu ditarik mundur, saya merasa kekosongan mengisi diriku. Naryo memang tukang ngentot yang handal. Nampaknya dia sering ngentotin pacarnya sehingga jurus ngentotnya tinggi sekali. Dengan kontolnya, Naryo sanggup membuatku gila dengan nafsu. “…hhhoohh… yyeeaahh… ngentot pantatku… aaahhh…. yang keras…. aaahhh…. lagi Mas….. aaahhh…. lebih keras….. aaarrgghh… saya mau kontol Mas Naryo… aaahhh…. ngentot…. ooohhh….”
“…aaahhh… gile… sempit…. aarrgghh…” erang Naryo, terus-menerus menggenjot pantatku. Badanku dipakai untuk melayani hawa nafsunya. Kontolnya dihajarkan ke dalam pantatku tanpa ampun. Irama ngentotnya pun semakin cepat. Gerakannya bagaikan
piston kereta api, memompa tanpa henti. Erangan nikmat kami berdua bercampur dan bergema di dalam gudang kecil itu. Tubuh kami berbalutkan tetes-tetes keringat, basah sekali. Naryo mendekatkan tubuhku padanya agar penetrasi kontolnya menjadi semakin
dalam. Alhasil, tubuh kami pun saling berdempetan.
“…aaahhh… enak banget… ooohh… gue ngentotin cowok… aarrgghh… gile… gak nyangka… aaahhh… bisa nikmat… aaahhh… banget… hhoosshh… mantap… aarrgghh… fuck you!… aaahhh… fuck!…”
Tak kuasa menahan birahiku, saya membiarkan tanganku menggerayangi tubuh Naryo. Ah, tubuhnya enak diraba-raba. Kontur ototnya, meski kecil, sangat terasa. Apalagi tonjolan dadanya, nikmat untuk diremas-remas. Dan tiap kali saya meremas dadanya, Naryo akan mengerang nikmat dan malah menjadi semakin bringas. Hajaran kontolnya terasa semakin keras, mengobok-ngobok isi perutku. Tanpa ampun, kontol Naryo menyodok sana-sini. Sesekali, organ kelaki-lakiannya itu mengenai prostatku sehingga saya menggelinjang-gelinjang karena nikmat. “…aarrgghh…
ooohhh….” Saya hanya bisa mengerang dan membiarkan pemuda ganteng itu memakai tubuhku demi kepuasannya. “…aarrgghhh… ngentoti saya, Mas… aarrgghh…” racauku seperti cowok murahan.
“…aarrgghh… ngentot loe!… aarrgghhh…. fuck!… kontol gue bikin loe terangsang kan?… hhhoohhh…. rasain kontol gue… aaarrgghh… gue bakal bikin loe ngecret… aarrgghh… gue mau loe ngecret… uuuggghh… ayo, homo… aarrgghh… kocok kontol
loe… aarrgghh… ngecret buat gue… aaahhh… kasih gue liat… uuugghhh… kalo loe doyan dikontolin… aarrgghh… ama kontol gue…. hhhoosshh…” Di tengah acara ngentot, Naryo masih sempat mendesakku untuk ngecret. Tentu saja saya menurut dengan senang hati.
Dengan sebelah tangan, saya mengocok kontolku secepat mungkin. Tapi entah kenapa, meski saya terangsang berat, saya tidak kunjung ngecret. Kontolku ngaceng, tegak berdiri, tapi pejuhku tidak mau tersembur keluar. “Ah, sini, gue kocokin,” kata Naryo, agak jengkel.
Telapak tangannya yang kasar dan kapalan terasa menggesek batang kontolku. Dengan genggamannya yang kuat, pramuniaga bejat itu pun mengocok batang kontolku, naik-turun. “…aaahhh… hhhoohh… aaahhh…” Mataku merem-melek, tak kuasa menhaan kenikmatan yang berpadu pada kontolku. Ada sentuhanm hangat milik Naryo dan ada juga orgasme yang mulai bangkit dalam kontolku. Napasku mulai sesak, dadaku bergerak naik-turun. Dan kurasakan pejuhku mulai tersedot keluar dari dalam kantung pelerku. Cairan pejuhku mulai bergerak naik dan memasuki saluran uretra, naik terus hingga ke pangkal kontolku. Aaahhh…. saya hampir ejakulasi dan orgasme!
“…hhhoohh… mas…. aaahhh… mau keluar… aargrghh…” Kocokan tangan Naryo memang mantap!
“Keluarin aja… aaahhh…” desah Naryo, masih asyik menggenjot pantatku. “…hhhoohh… muncratin pejuh loe… aahhh… gue mau liat… ooohhh…. kalo kontol gue…. uuugghh… bisa bikin loe… aarrgghhh… terangsang abis… aaahhh… cepeten… ngecret….
aaahh….” Genggaman tangannya semakin kuat, memeras
kontolku habis-habisan.
Kontolku tak sanggup lagi menahan laju pejuhku. “…AAARRGGHHH!!!!…” Saya berteriak, menyuarakanorgasmeku. Spermaku menyembur keluar dengan penuh tenaga. CCRROOTT!!… CCRRROOTT!!!….
CCRROOOTTT!!!…. CCRRREETTTT!!!!… CCCRREETT!!!!
Kontolku menyemprotkan cairan kenikmatanku ke mana-mana. Pejuhku menyembur mengenai dada bidang Naryo. Perutnya juga turut ternoda. Aku hanya bisa mengerang penuh nikmat mengiringi orgasme.
“…AAARRGGHH!!!… …

Proyek Biologi

Entah dalam rangka apa, sekolahku mewajibkan kami untuk membuat karya ilmiah. Kabarnya, semua karya ilmiah itu akan dikompetisikan di tingkat SMU nasional se-Indonesia. Terus terang, saya amat tak menyukai tugas konyol itu sebab membuat penelitian dan laporan sangat memakan waktu, sedangkan setiap hari saja saya sudah terlalu sibuk dengan setumpuk PR and ulangan sialan. Tapi kabar baiknya, tugas karya ilmiah itu dapat dikerjakan berdua. Belum sempat saya memikirkan siapa yang dapat menolongku, tiba-tiba Eddy Jusuf menghampiriku.

Eddy dan saya berteman baik sekali, dan kami pun bersaing secara sehat dalam nilai-nilai pelajaran. Hal terakhir yang saya inginkan adalah bersaing dengannya dalam karya ilmiah. Tapi kebetulan sekali, dia yang meminta terlebih dahulu agar saya mau bergabbung dengannya. Tentu saja kuiyakan. Tak ada yang istimewa dengan Eddy. Tubuhnya proposional, tidak gemuk dan tidak kurus. Sikapnya yang selalu tampil rapi dan agak-agak centil membuatku berpikir tentang seksualitasnya. ‘Jangan-jangan si Eddy homo juga, kayak gue,’ pikirku.

Singkat kata, kami berada di rumahnya. Ternyata Eddy itu anak orang kaya. Memang rumahnya tak sebesar istana presiden, tapi cukup megah untuk ukuranku. Dia langsung mengajakku masuk ke dalam kamarnya. Kebetulan sekali, rumahnya kosong untuk beberapa hari berhubung orangtuanya harus mengurus bisnis di Australia. Kami telah memutuskan untuk membuat karya ilmiah biologi sebab mata pelajaran itulah yang paling memerlukan penelitian. Tapi apa yang akan kami teliti?

“Aku tahu,” jawabku. “Bagaimana kalau tentang reproduksi? Pas banget ‘kan ama pelajaran kita minggu ini?”
“Boleh juga. Tapi bagian apa dari reproduksi yang akan kita teliti?” tanya Eddy, sibuk membongkar buku teks biologi P&K yang tebal dan besar itu.
“Bagaimana kalau perkembangan sperma? Gampang ‘kan? Apalagi kita berdua cowok. Jadi kita punya segalon persediaan sperma untuk kita teliti,” kataku, cuek.
“Sperma? Kita? Endy, loe yakin kita bakal meneliti sperma kita sendiri?”
“Jadi maumu apa? Meneliti vagina? Dari mana kita dapat cewek yang mau vaginanya kita teliti? Jangan menyusahkan diri sendiri, donk. Pilih jalan yang praktis. Jadi, kita sebaiknya meneliti sperma saja.” Eddy masih terlihat enggan.
“Ayolah, enggak susah malu. Kita ‘kan sama-sama cowok. Apa sih yang mesti dimaluin?” Dia masih saja diam.
“OK, deh. Gimana kalau gue duluan?”

Akhirnya Eddy bereaksi.”Loe duluan?” Alis matanya agak sedikit terangkat.
“Iya, habis loe keliatan ogah gitu. Daripada proyek kita keteter, bendingan gue yang berinisiatif duluan,” jawabku.

Kali ini, Eddy mulai terlihat tenang. Mungkin karena bukan dia yang harus diteliti. Saya sendiri sama sekali tidak malu. Menurutku, proyek ini adalah kesempatan emasku untuk menembak Eddy. Kuakui, saya sudah jatuh cinta padanya. Tapi saya harus tahu apakah dia itu gay juga atau tidak. Paling tidak, saya harus mencoba menggodanya dulu.

“Punya mikroskop enggak?”

Singkat kata, kami berdua kini duduk di meja belajar Eddy, dengan sebuah mikroskop, lengkap dengan kaca preparat-nya. Sekarang tinggal mengeluarkan spermaku saja. Dengan santai, saya melepaskan kancing seragamku satu-persatu. Melihatku sibuk menelanjangi bagian atas tubuhku, Eddy hanya menatapku dengan pandangan aneh.

“Apa yang sedang loe kerjain, En?”
“Dengerin. Gue enggak bisa terangsang kalau gue enggak bugil. Soalnya gue selalu bugil pas coli,” jawabku, melemparkan kemejaku ke atas ranjangnya. Kebetulan letak ranjangnya dekat sekali dengan letak meja belajarnya. Dari sudut mataku, saya melihat Eddy mengintip dada telanjangku.

“Ya, tapi gue kira loe bakal coli di kamar mandi,” kata Eddy, mulai terlihat tidak nyaman.
“Kenapa mesti di kamar mandi? Gue enggak malu kalau mesti bugil di depan loe. Lagian, akan lebih baik jika begitu gue ‘keluar’, sperma gue bisa langsung loe teliti pake mikroskop,” kilahku.

Dan kali ini Eddy tak dapat berkata apa-apa lagi. Sambil berdiri, saya mulai melucuti celana abu-abuku beserta celana dalamku. Kontolku yang dari tadi ngaceng langsung memperlihatkan dirinya dengan bangga. Kulihat Eddy berusaha untuk tak menatap kontolku. ‘Dasar munafik, ‘ pikirku. Tanpa malu, saya berdiri di hadapannya tanpa sehelai benang pun. Kontolku yang sudah mulai meneteskan precum segera kukocok. Untuk menambah intensitas, tak lupa saya mendesah-desah.

“… Aaahhh… Uuuhh… Hhhohhh… Aaahhh…”

Sengaja kupejamkan mataku, agar bisa lebih menghayati. Sementara itu Eddy terus berusaha mengintipku dari sudut matanya. Meskipun dia tak ingin mengakuinya, sebuah tonjolan besar mulai terbentuk di celananya. Eddy terangsang! Ketika kubuka mataku, Eddy masih saja munafik; berpura-pura tak ingin melihat padahal ingin melihat. Putingku mulai berdiri. Langsung saja kupelintir.

“.. AAARRGGHH…”

Tak ayal lagi, tubuhku sedikit berguncang akibat nikmatnya memainkan putingku. Eranganku itu berhasil menarik perhatian Eddy. Kini, bersusah payah untuk berlagak cool, dia memandangiku. Terlihat jelas nafsu bergelora di dalam matanya yang indah itu.

“Eddy, ikutan bugil juga, donk. Kita butuh paling sedikit 2 cowok untuk diteliti spermanya. Loe mesti ikut, ayo,” desakku, tetap memasturbasi kontolku.

Entah kenapa, Eddy mendadak menurut saja. Malu-malu, dia berusaha membelakangiku ketika akan melucuti seragamnya. Punggungnya yang telanjang nampak indah sekali, ingin sekali kupeluk. Tapi saya tetap menahan diri, menunggu saat yang tepat. Kubalikkan tubuhnya, dan Eddy buru-buru menutupi kontolnya. Tapi sungguh tak disangka, panjang kontolnya melebihi perkiraanku. Bahkan, karena terlalu panjang, tangannya tak sanggup menutupi kemaluannya itu. Kepala kontolnya tetap menyembul keluar, memberi salam padaku. Badannya memang tidak kekar, biasa-biasa saja. Tapi dadanya sudah berbentuk, paling tidak bisa kuremas-remas. Dengan gemas, kusingkirkan kedua tangannya.

“Loe enggak usah malu-malu kucing gitu, Eddy. Gue aja enggak malu nunjukkin kontol gue. Masa loe malu? Lagian kontol loe ‘kan panjang sekali. Hebat! Aduh, gue yang jadi malu, nih,” candaku.

Dibujuk begitu, Eddy pun tak malu lagi. Sulit sekali untuk tak menyentuh kontolnya dan menghisapnya.

“Ed, gimana kalau kita saling coli’in kontol? Pasti cepet keluar.”

Tanpa menunggu jawabannya, kontolnya langsung kegenggam erat-erat. Dan mulai mengocoknya naik-turun. Eddy mendesah keenakkan, menikmati sekali. Mulai menunjukkan warna aslinya sebagai homoseksual, Eddy pun meraih kontolku. Meski nampak masih sedikit malu-malu, Eddy mulai mengocok kontolku.

“… Ssshhh… Ssshhh…” desisku, kocokannya enak sekali.

Sesaat kemudian, kami berdua benar-benar telah dikuasai nafsu birahi homoseksual. Saling berpelukkan, kami menciumi tubuh masing-masing. Kocokan kontol tak pernah kami hentikan, malah semakin dipercepat. Tiba-tiba saya merasakan kontolku ingin muncrat. Berpegangan pada bahunya, saya berbisik.

“… Hhhoh… Ed, gue mau… Hooohh.. Ngecret… Ooohh…”

Dan keluarlah pejuhku. CCRROOTT!! CRROOTT!!! CCRROOTT

“UUUGGHH!!!… UUUGGHH!!… OOOHH!!!… UUUGGHH…!!!” erangku, tubuhku kelojotan seperti tersetrum.

Pejuhku terpompa mmebasahi badan Eddy dan juga tangannya. Belum sempat saya menarik napas, mendadak Eddy mulai menunjukkan gejala yang sama. Badannya mulai bergetar dan erangan-erangan nikmat mulai terdengar keras. Eddy Jusuf-ku akan ejakulasi!

“AAARRGGHH…!!!” teriaknya, dan langsung diikuti oleh CCRROOTT!!! CCCROOTT!!! CCRROOTT!!! Pejuhnya tersembur ke badanku. Rasanya panas seperti tersembur air panas, tapi terasa erotis sekali.
“.. OOHHH!!! UUUGGHH!!! AAAHH!!!… UUUGGHH!!!” erangnya saat orgasme mengguncang-guncang tubuhnya.

Kontolnya tetap kukocok sampai tak ada lagi pejuh yang keluar. Napas kami memburu-buru, dan dada kami bergerak naik-turun. Untuk beberapa saat, kami berdiri mematung di sana, saling bertatapan.

Pelan-pelan kucium bibirnya yang ranum itu. Mulanya hanya kugesekkan saja, tapi kemudian saya memberanikan diri untuk memagut bibir bawahnya. Eddy sama sekali tidak protes! Bahkan dia membalasku. Kami berdua seperti ular kobra yang saling menyerang. Tak kusangka akhirnya cintaku akan terbalas. Sambil terus berciuman, tangan kami meraba-raba turun. Berhubung tubuh kami saling berdempetan, sperma kami telah bercampur dan menyatu. Dengan erotis, kami saling mengusap-ngusap tubuh, memakai sperma kami sebagai lotion. Aahhh… Meskipun ketika baru ditembakkan, sperma kami terasa panas. Tapi sesudahnya, terasa adem.

“… Ooohhh Eddy, I love you. Gue suka banget ama loe,” ucapku di sela-sela ciuman kami.
“Gue juga, En. Gue suka loe,” balasnya singkat.
“Dan gue mau berhubungan badan dengan loe,” sambungnya.

Saya benar-benar terkejut mendengarnya. Bukannya saya tak mengharapkannya, tapi saya tak pernah menyangka bahwa Eddy yang alim bisa mengajukan tawaran seks. Tanpa menunggu jawabanku, tiba-tiba dia membalikkan tubuhku. Saya yang masih kebingungan, hanya menurut saja. Kedua tangannya yang berlumuran sperma sibuk meraba-raba punggungku. Terasa sekali kepala kontolnya bergelantungan di bawah biji pelerku.

“En, gue mau nusuk loe. Loe mau ‘kan?” Astaga, Eddy-ku sudah dewasa.

Tentu saja saya mengiyakannya. Ini yang kutunggu-tunggu dari dulu. Apalagi melihat ukuran kontol Eddy yang terbilang fantastik itu. Panjangnya hampir mencapai 25 cm! Kontol yang berlumuran sperma itupun segera ditusuk-tusukkan ke dalam anusku.

“AAARRGGHH..!!!” teriakku saat kepala kontolnya menembus masuk.

Rasanya seperti ditusuk tombak! Begitu kontolnya amblas masuk, Eddy terus mendorongnya sampai mentok.

“Aaahhh…” desahku, merasa penuh sekali.

Lalu Eddy menarik kontolnya keluar, semuanya. Kontan perutku terasa kosong lagi. Lalu, Eddy kembali menusukkan kontolnya, sampai mentok.

“AARRGHH!!!” erangku, masih saja terasa sakit.

Selama beberapa menit, dia ngentotin pantatku dengan gaya tusuk-keluar seperti itu. Menurut pengakuannya, dia melihat adegan seks semacam itu di film bokep homoseks. Ternyata Eddy-ku tak sealim yang kuduga ;) Badanku terpaksa sedikit kucondongkan ke depan agar pantatku bisa lebih terekspos. Gaya ngentot seperti itu hanya memuaskan si tukang ngentot saja karena kepala kontolnya mendapat rangsangan penuh. Sementara orang yang dingentot, tidak mendapat kepuasan penuh lantaran kontolnya selalu ditarik keluar.

“AARRGGH!!” erangku lagi saat kontolnya menghujam masuk untuk yang kesekian kalinya.
“Ed… Ooohh.. Tolong ngentotin gue… Uuugghh… Tolong donk… Uuugghh… Gue butuh banget nih…”

Eddy memang anak yang baik. Dia akhirnya memutuskn untuk mengganti gaya ngentotnya. Tubuhku ditarik mendekat ke tubuhnya, kontolnya masih tertanam dalam pantatku. Kehangatan dadanya menyebar ke punggungku. Bahkan saya dapat merasakan detak jantungnya yang cepat. Kami pun berciuman sejenak lalu Eddy mulai memompa pinggulnya maju-mundur. Kontolnya ikut bergerak maju-mundur, memompa pantatku yang lapar akan kontol cowok. Rasa sakit mulai menyebar ke seluruh tubuhku, tapi saya berusaha menahannya.

Lagipula, saya memang amat mengharapkan keberadaan kontol Eddy di dalam tubuhku. Secara ajaib, setelah beberapa menit, rasa sakit itu memudar, tertutupi dengan rasa nikmat. Tiap kali kontolnya bergesekkan dengan dinding anusku, badanku bergetar, dikuasai kenikmatan. Aaahhh… Eddy memang pengentot yang baik! Jika ada lomba ngentot, pasti Eddy-ku yang akan menang! Saya tahu kapan saja Eddy akan muncrat, apalagi kelihatannya dia mulai gelisah. Tak mau ketinggal ngecret, saya menggenggam kontolku sendiri dan mulai mengocoknya. Kukocok lagi, lagi, dan lagi. Kontolku berdenyut-denyut penuh gairah, terlihat seksi sekali. Precum terus mengalir keluar akibat birahi yang memenuhi pikiranku.

Dan klimaks itu pun terjadi! Eddy mulai mengerang-erang seperti orang kesakitan dan lalu…
CCRCRROOTT!!! CCRROOTT!!! CCCRROOTT!!! CCRROOTTT!!!
Spermanya tumpah ruah di dalam anusku. Rasa hangat menyebar ke seluruh tubuhku, nikmat sekali.

“AARGGH!!!,” erangnya,
“… UUUGGHH!!! AAARRGGHH!!! OOOHH!!! AAHHH!!!”

Eddy tak sedikit pun mengurangi tenaga ngentotnya. Bunyi ‘kecipak-kecipok’ terdengar jelas sekali. CCROOTT!!! CCROOT!!! Eddy masih tetap menyemburkan spermanya sampai pada titik penghabisan.

“… Aaahhh” desahnya, penuh kenikmatan.

Kini giliranku. Tubuhku mulai kelojotan, pertanda orgasme akan datang.

“… Hhhoohh… Ed, gue bakal keluar… Ooohh… Hhhoossshh… AaaAAARRGGHH…!!!” Dan

CCCRROTT!!! CCRROOTT!!! CCRROOTT!!! Spermaku menyembur ke depan dan jatuh melumuri lantai kamar Eddy yang bersh mengkilap. Tembakan demi tembakan sperma kukeluarkan.

“… OOOHH!!! AAAHHH!!! UUUGGHH!!! AAHHH!!!”

Nikmat sekali! Kuremas-remas kontolku sampai tak ada lagi yang tersisa. Lemas, kusandarkan tubuhku pada Eddy-ku yang tersayang. Eddy membelai-belai dadaku dari belakang sambil menciumiku.

“Endy, sayang?” katanya lembut.”Kamu masih punya banyak persediaan sperma, ‘kan?”
“Memangnya kenapa?” tanyaku penasaran.
“Sebab kita berdua masih akan terus ngentot. Saya hanya mau memastikan apakah kita berua masih akan mempunyai persediaan sperma yang cukup untuk kita teliti.”
“Tenang saja. Spermaku banyak sekali. Dan semuanya untukmu, sayang,” jawabku, mencium bibirnya.

Dan Eddy pun menyambut. Bagaikan sepsang keksaih, kami saling berpelukkan dan berciuman. Oh indahnya cinta sejenis…

*****

EPILOG: Meskipun waktu kami lebih banyak terkuras untuk ngentot, kami tetap menyelesaikan proyek biologi kami tepat waktu. Kami menamakannya “Perjalanan Hidup Sperma Seorang Homoseksual”. Semua kami jelskan secara rinci, mulai dari terbentuknya sperma di dalam bola peler, sampai tersemburnya sperma masuk ke dalam anus pria homoseksual. Proyek kami menarik perhatian banyak orang, dan bahkan memenangkan hadiah pertama. Sebagai juara I, kami diundang untuk memperagakan penelitian kami. Kami pun ngentot di hadapan orang banyak! Penasaran? Mungkin akan kuceritakan nanti:) Ingat, kocok terus kontol kalian!!!

Di Stasiun Kota

Ketika itu siang hari sekitar pukul 11.00 aku sudah sampai di stasiun kota Surabaya, karena aku memang berniat untuk negadakan perjalanan dengan menggunakan kereta api Rapih Dhoho, karena aku tidak pernah berpergian dengan meggunakan kereta api, maka akupun juga tidak mengetahui jadwal keberangkatan kereta api kejurusan yang akan aku tuju. Setelah aku membeli tiket dengan tujuan Kediri, maka aku segera memasuki peron dan sambil jalan-jalan aku lihat dimana kereta yang akan membawa pergi sedang menunggu, karena jam keberangkatan masih lama yaitu pada pukul 12.50, jadi masih ada waktu kurang lebih hampir dua jam.

Iseng-iseng aku masuki gerbong tersebut dan sambil melihat nomor tempat duduk yang tertera ditiketku, setelah kudapatkan aku duduk dikursi yang sesuai dengan nomor tempat dudukku. Suasana didalam gerbong masih begitu sepi dan tidak ada orang sama sekali, sambil duduk dibangku tersebut, aku mulai melamun merasakan kesendirianku diantara banyak temanku dan kesepianku diantara keramaian kota Surabaya ini.

Sampai-sampai aku tidak menyadari akan kehadiran seseorang yang menawarkan buah jeruk kepadaku, ternyata dihadapanku telah berdiri seorang penjual jeruk asongan yang biasa kita dapati didalam gerbong kereta api.

“Jeruk Mas, jeruke manis koq Mas,” tawarnya.
“Nggak,” jawabku singkat.
“Ayolah Mas. Mbok ditukoni jeruke, sewu oleh telu koq Mas,” sambungnya dengan tidak putus asa.
“Nggaklah, aku lagi males,” jawabku lagi.

Dengan harapan sipenjual jeruk itu akan segera berlalu dari hadapanku dan aku akan kembali meneruskan lamunanku yang sempat buyar itu. Tapi yang menjadi harapanku tidaklah menjadi kenyataan malah sebaliknya, sipenjual jeruk itu malah mengambil tempat dikursi yang ada dihadapanku dan malah duduk disitu sambil memandangi aku tanpa mengucapkan kata-kata yang merayu untuk membeli dagangannya lagi. Aku sendiri jadi heran dengan semua ulahnya itu, tapi aku berusaha cuek aja sambil melemparkan pandanganku keluar jendela kereta. Tanpa kuduga akhirnya dia bertanya,

“Onok opo see Mas, koq ketokane sumpek”
“Opo ditinggal pacare yoo,” lanjutnya.

Aku berusaha untuk tetap diam saja sambil mencuekin dia, tapi dia kayaknya nggak putus asa, dan memang naluri seorang penjual tidak boleh putus asa begitu saja kalau sekali ditolak.

“Opo pengin golek konco, tak golekne gelem tah Mas,” cerocosnya.
“Konco opo?” akhirnya aku juga jadi penasaran.
“Lha sing yok opo sing dikarepne?”

Iseng-iseng aku menjawab sekena saja.

“Sing koyok awakmu wae,” jawabku.
“Ah, sing temanan,” jawabnya.
“Iyo, nek sampeyan gelem lho”
“Sampeyan gelem koncoan karo aku, sing dodol buah iki, sing dadi pedagang asongan nang sepur koyo ngene iki,” jelasnya lagi.

Dari pembicaraan itu akhirnya kita ngobrol ngalor ngidul sampai akhirnya aku memancing kemasalah pribadinya.

“Oh, yaa Mas, sampeyan anake piro?” tanyaku.
“Oalah, Mas, rabi wae durung koq duwe anak, sopo sing gelem karo wong dodol asongan koyo aku iki,” jawabnya.
“Lha, terus yok kepengin ngono yok opo?” tanyaku lagi.
“Yoo, ditokne dewe Mas, arepe mbalon yoo ora duwe duit,” jelasnya lagi.

Akhirnya aku mulai memberanikan diri untuk duduk disebelahnya dan tanganku kutumpangkan dipahanya dan diapun tidak bereaksi untuk menepisnya hingga kusenggol selakangannya sambil bertanya.

“Lha iki wis pirang dino ora ditokne”
“Wis ono limang dina bek menowo,” jawabnya lagi.
“Gelem tah tak tokne?” tanyaku lagi.
“Gelem, yok mbok mut,” jawabnya tanpa ragu-ragu lagi.

Akhirnya segera kuremas-remas daging dan otot yang ada diselakangannya itu dan mulai mengeras sambil dia mulai merintih-rintih menahan gejolak nafsunya sampai beberapa saat ketika akan kubuka celananya, dia menolak karena takut kalau ada orang lain yang masuk ke gerbong tersebut, sebagai tindakan berikutnya dia malah menyeretku ketoilet yang ada digerbong itu dan tanpa dikomando lagi dia segera melorot celana panjangnya dan kemudian celana dalamnya setelah terlebih dulu mengunci pintu toilet itu sedangkan barang dagangannya tetap dibiarkan diatas kursi yang kami duduki tadi.

Kemudian dia segera menyuruhku untuk jongkok dan segera menghisap penisnya yang sudah tegang dan lumayan besar juga. Setelah kujilati ujung kepalanya yang merah kehitaman itu segera mulai kumasukan kepalanya ke dalam mulutku dan dia makin merintih-rintih sambil berdiri didinding kamar mandi yang sempit itu.

“Aaahhh, hseeesss, sssttt”
“Ooohhh, sssesss”
“Ssseeesss, ssseeesss”

Dan mungkin dengan hisapan dan masuk keluar mulut yang kulakukan akhirnya dia mendekati puncaknya dan rupanya dia tidak sabar lagi segera direngkuhnya kepalaku dengan kedua tangannya agar tertahan dan dia segera menggoyangkan pinggangnya maju mundur, jadi sepertinya mulutku sedang dikentot olehnya. Dan gerakan maju mundur itu makin lama makin cepat, sampai-sampai rasanya aku nggak bisa bernafas dan menahan agar aku tidak tersedak dimasukin penisnya yang besar itu sampai kepangkalnya hingga akhirnya terdengar”AAaahhh” dan cret crett creet terasa cairan asin, hangat menyembur dimulutku dan dia terus mengerang keenakan sampai beberapa saat, kemudian dia memakai celana dalamnya lagi dan celana panjangnya yang tadi melorot sampai lututnya, kemudian dia tersenyum puas dan mencium pipiku sambil membisikan kata.

“Suwun yoo Mas”

Kemudian kami berdua melangkah keluar dari kamar mandi tersebut dan kembali ketempat duduk yang kami duduki berdua sebelumnya, kemudian dia mengambil keranjang dagangannya dan diambilnya tiga biji buah jeruk kemudian diangsurkannya kepadaku sambil bergurau dia berkata,

“Iki lho Mas, gawe opahe mau iku?” katanya sambil tertawa.

Dan segera kuambil buah jeruk yang diberikannya tadi, itung-itung untuk pencuci mulut agar mulutku tidak berbau amis pejuh kalau nanti dalam perjalanan. Kemudian dia mengambil keranjang dagangannya dan mohon pamit.

“Sik yoo, Mas, aku tak dodolan disik”
“Kapan-kapan awake dewe ngobrol-ngobrol maneh yoo,” lanjutnya.
“Yooo,” jawabku singkat.

Dalam hati aku merasa puas dan senang dan berpikir kapan kita ketemu lagi, sampai kereta yang membawaku ke Kediri berangkat aku tidak menjumpainya lagi. Dalam perjalanan itu aku tidak melamun lagi tapi sebaliknya mengkilas balik kejadian yang baru kualami mulai dari awal sampai akhir sehingga tidak membuat perjalanan itu menjemukan akan tetapi malah sebaliknya, walaupun penisku terus ngaceng ingin mengeluarkan isi yang ada didalamnya, karena tadi dia tidak menjamah aku sedikitpun apalagi penisku yang sebetulnya sangat tegang sekali.

Kejadian diatas mungkin sudah berlalu dua atau tiga bulan dan sudah hampir hilang dari ingatanku, hingga suatu hari Minggu ketika aku akan pergi kerumah kawanku yang ada di Mojokerto, akupun iseng-iseng naik kereta api KRD jurusan Surabaya-Jombang yang berangkat sekitar pukul 05.30 dari stasiun Wonokromo, tidak lama kemudian kereta berangkat setelah aku aku mengambil tempat duduk yang masih banyak yang kosong, perjalanan setelah keluar dari Stasiun Wonokromo, perjalanan lancar-lancar saja dan aku duduk sambil melihat pemandangan pagi sepanjang rel kereta. Sampai beberapa saat kemudian banyak pedagang asongan yang menawarkan bermacam-macam makanan memasuki gerbong tempat aku duduk. Dan mataku tertuju pada salah seseorang yang pernah kukenal, juga ikut menawarkan dagangannya, cukup lama aku mengawasinya, tapi dianya tidak merasa. Dan mungkin dia merasa risi juga kalau sedang diawasi seseorang sehingga dia akhirnya menoleh dan pandangan matanya bertemu dengan pandangan mataku dan diapun tersenyum dan segera menghampiriku sambil bertanya,

“Dewekan wae Mas?”
“Yoo”
“Arep nang endi?” tanyanya.
“Mojokerto,” jawabku.
“Wis suwe yoo ora tahu ketemu,” lanjutnya.

Aku diam saja sambil mengawasi matanya yang seolah mengajakku untuk mengulangi peristiwa beberapa waktu yang lalu sambil tangannya menunjuk kebelakang, yang berarti gerbong paling belakang sendiri yang tentunya makin sepi dari penumpang karena pada saat itu aku duduk di gerbong ketiga dari belakang. Aku tahu maksudnya, setelah dia berlalu menuju gerbong belakang tidak berapa lama kemudian aku menyusulnya dan kulihat dia sudah berdiri dekat pintu paling ujung dibelakang sendiri, setelah tahu kalau aku juga ikut menyusulnya, dia langsung berinisiatif masuk kekamar mandi kecil yang ada diujung gerbong itu dan akupun segera menyelinap tanpa sepengetahuan penumpang yang ada digerbong itu, mungkin ada sekitar lima orang penumpang saja.

Setelah aku menyelinap masuk dan dia segera menguncinya dari dalam, suatu pemandangan yang sangat menggairahkan terpampang di depan mataku, bagaimana tidak?. Ternyata dia sudah melepas semua celananya tinggal hanya baju kaosnya saja yang sudah digulung sampai kedada, dan kulihat keselakangannya ternyata penisnya sudah ngaceng penuh dan segera minta dihisap, walaupun pada waktu itu kereta dalam keadaan berjalan dan bergoyang-goyang dengan suara yang berderak-derak diantara sambungan rel, dan hal itu yang lebih menguntungkan bagi kami berdua karena bisa goyang sendiri tanpa harus mengeluarkan tenaga ekstra juga suara benturan roda besi dengan rel bisa menenggelamkan suara erangannya dan kecipak suara ludah dimulutku yang sedang menghisap-hisap penisnya itu.

“Uuuhhh, aaauuuccch”
“Sssesssttt, sssttt enake Mas”
“Ayo terus Mas, diluk maneh Mas”
“Yooo, ayoo terus, terus, terus sing banter Mas,” rengeknya.
“Aaahhh”

Kurasakan cret cret cret dan asin, hangat dimulutku dan terdengar erangannya tanda puas, kemudian dia membantu aku berdiri dari jongkokku karena memang tempat itu bergoyang-goyang terus, setelah itu aku segera menyelinap keluar dan segera menuju kepintu belakang dekat kamar mandi itu. Tidak berapa lama kemudian dia menyusul keluar setelah terlebih dulu dia merapikan pakaiannya dan tidak berapa lama kereta berhenti distasiun Krian dan dia segera turun sambil melambaikan tangannya dan tersenyum katanya,

“Ngenteni sepur sing ngetan (Surabaya)”

Akupun membalas lambaian tangannya, dan akupun juga tidak berharap banyak untuk bisa menjumpainya lagi karena memang aku jarang sekali berpergian dengan menggunakan kereta api, dan ternyata perjalananku yang kedua itu juga membawa keberuntungan untuk bertemu dengannya lagi dan tidak tahu apakah dalam perjalananku selanjutnya akan bertemu dengannya atau tidak. Kita tunggu aja yaa.

Brondong Pencuri Hatiku

Aku lihat brondong itu di halte Sarinah. Berdegup keras jantungku. Apa yang harus aku perbuat terhadap brondong itu, setelah sekitar sebulan kejadian di rumahku. Di halte masih banyak orang, dan dia bersama 2 orang temannya. Sementara hujan rintik-rintik dan waktu sudah menunjukkan jam 10 malam. Sedangkan aku di situ sendirian. Perang batin dan logika berkecamuk hebat dalam diriku. Ingin rasanya aku menghampirinya dan langsung memukul sampai sepuas hatiku. Tapi logikaku bilang, “Jangan!!” Bagaimana kalau dia dan temen-temennya membalikkan fakta dengan omongan-omongannya, sementara disitu masih banyak orang dan disitu daerah preman. Apa bukan kamu sendiri nanti yang hancur babak-belur??

Dan apa kamu siap mempertaruhkan status-mu demi perkara yang bisa dinilai dengan rupiah?

Menurutku benar juga kata si logika tetapi emosi-ku tidak terima, dia meledak-ledak. Aku mencoba menghubungi kedua temanku via hp. Untuk peneguhan apa yang harus aku lakukan. Tapi sial, kedua temanku hp tidak aktif, dan satunya tidak diangkat-angkat. Di saat perang dalam diriku masih bergejolak hebat, tiba-tiba brondong itu bersama teman-temannya naik bus, dan bus langsung jalan. Dan hujan deras mulai mengguyur. Emosiku seperti kalah telak saat itu. Aku menghisap rokok dalam-dalam untuk menenangkan semua apa yang baru saja terjadi.

Beberapa minggu setelah aku melihat brondong tersebut, aku mencoba menghubungi sms hp 0815…, sekedar iseng dan say hello. Ternyata dibalas sms-ku. Dan menanyakan kenal dimana? aku jawab kenal waktu chating internet. Oooo… dan saat itu aku mulai keep in touch. Sampai semua informasi aku dapatkan. Dari alamat email, sampai alamat rumahnya yang di Bekasi. Serta kegiatannya yang pengangguran. Dan saat-nya aku bisa nge-BOOM dia. Karena dalam keep in touch aku iming-imingi pekerjaan, dan dia percaya itu semua karena memang dia pengangguran. Sudah terbayangkan kepuasan untuk benar-benar menyikat habis dirinya .

Apakah penge-BOOM-an ku terjadi???!! Ternyata tidak… Dengan surutnya waktu, aku berusaha memaafkan dia, walau dia tidak pernah minta maaf. Dan untuk menenangkan itu, aku hapus email-nya serta identitas-identitas lainnya yang berhubungan dengan dia. Semua sudah aku hapus, pus. Hal ini untuk menghindari kalau suatu saat emosiku muncul kembali, aku bisa memadamkan karena toh aku sudah tidak ada jalan untuk melampiaskannya.

*****

FLASH-BACK:

Hari Rabu malam, aku tidak ada acara, dan kebetulan besok aku libur. Hmmmm mau kemana ya… malam panjang ini. Pilihan terlalu sedikit , karena malam Kamis bukan malam istimewa buat sebagian besar orang, kecuali Malam Minggu atahu minimal malam Sabtu. Kebetulan aku saat itu cukup suka clubbing. Akhirnya aku putuskan untuk pergi ke salah satu diskotik. Diskotik yang aku pilih saat itu adalah diskotik yang sangat seru untuk sebagian kaum kita, diskotik ML; Moonlight di daerah Kota. Tentu kesan pertama pergi kesana… betapa kumuhnya diskotik ini. Dan untuk obrolan sesuatu yang merusak imej apabila kita nyebutin sering pergi ke ML :). Tapi memang begitulah keadaannya karena terbilang murah meriah. Di lain pihak banyak orang bourju pergi kesana, minimal pernah sekali kesana. Ya… banyak yang munafik. Disana begitu mudahnya kita bisa dapat pasangan , tapi juga begitu mudahnya kita akan berantem dan mengakhiri masa pacaran karena diskotik ML. Nggak percaya… ?? coba deh. Lho… kok malah promosi?

Akhirnya aku masuk ke diskotik itu sendirian. Melewati lorong remang-remang, disitu sudah banyak orang-orang berdiri di pinggir gang. Saat itu ada acara Semi Final : Play Back nyanyi lagu-lagu dangdut. Wu… seru; ada yang play-back Goyang Dombret. Rasanya luwes-luwes, bahkan yang aslinya malahan kalah. Betapa anehnya dunia ini.

Saat pertunjukan selesai, aku duduk-duduk dan ngobrol dengan kedua teman-ku yang kebetulan ketemu disana. Saat aku ngobrol tiba-tiba di seberang bangku, aku lihat brondong yang alamak super manis, menurutku. Rasanya perpaduan wajah antara Gunawan dan Anjasmara. Wah, betapa membuatku blingsatan. Sampai-sampai temanku heran, ada apa gerangan dengan diriku. Akhirnya ketahuan juga, bahwa aku sedang naksir brondong. Dan salah satu temanku ternyata naksir juga, tapi dia sadar “sesama bus kota dilarang saling mendahului” disamping juga dia sudah punya bf.

Singkat cerita aku sudah kenalan dengan brondong itu yang namanya Andi. Dan dia merajuk manja pingin sekali ikut aku ke rumah, sambil sekali-kali mencium pipiku. Wah pucuk dicinta ulam tiba, pikirku. Tanpa berfikir panjang aku “bungkus” (bawa) brondong itu. Wajahnya yang manis benar-benar membuatku serasa bahagia malam itu. Karena sudah sama-sama capek dan ngantuk, kami berdua siap-siap langsung mau tidur. Dia buka baju dan celananya, demikian juga aku. Tinggal cd saja yang melekat di tubuh kami masing-masing. Kami sambil berpelukan sewaktur tiduran. Dan tangan kami masing-masing saling mengusap dada dan payudara. Aku pandangi wajah Andi… betul-betul membuatku bahagia wajah itu. Aku ciumi bertubi-tubi pipinya, rasanya aku sangat sayang, bukan sekedar nafsu. Pikirku, ini mungkin benar-benar jodohku. Sesuai dengan yang aku idam-idamkan selama ini.

Sementara tangan Andi sudah mulai nakal menuju daerah yang sensitif. Membuat kantukku tertahan… dan desiran jantungku yang bekerja membuat libido-ku bangkit berdiri. Aku tak kuasa menahannya, dan tanganku pun terkena magnit menggerayang bagian vital Andi. Huh, keras, sangat keras punyanya. Akhirnya kami saling membetot barang yang menggemaskan tersebut.

Tak lama kemudian Andi mulai aktif mengisap-isap payudaraku. Nikmat sekali isepannya. Dan gantian mengisap payudara sebelahnya… Cukup lama Andi mengedot kedua payudaraku. Sambil aku sedang membayangkan di-edot oleh Gunawan sang idolaku tersebut. Sungguh fantasiku melayang jauh. Tidak lama kemudian Andi mulai bergerak dari payudara, bibirnya menelusuri pangkal lenganku, dan akhirnya ke daerah ketiak. Ketiakku habis dilumati oleh bibirnya yang tipis merah tersebut. Sungguh pintar sekali ia memainkan bibir dan lidahnya yang lembut dan hangat diantara bulu-bulu ketiakku. Setelah puas dengan satu ketiakku ia pindah ke ketiak yang lainnya. Rasanya lengkap tanpa satu daerah yang terlewati. Bibirnya yang lembut seolah mempunyai kaki menelusuri seluruh tubuhku. Akhirnya sampai di puser, dan menjelajah ke bawah lagi.

Di tempat berdiri tegak batangku, bibir dan lidahnya seolah menari-nari, dan di bawah kepala batangku, ah… pandai benar bibirnya mencumbui. Dan akhirnya tenggelam semua kepala batangku dalam lumatan bibirnya yang seksi itu. Lidahnya tak mau ketinggalan dalam berperan menciptakan gelombang nafsuku. Aku hanya bisa ah ih uh… menikmati betapa gelora nafsuku tersalurkan di sela-sela bibirnya. Aku tidak mau hanya pasif belaka menikmati cumbuannya, kuputar tubuhku untuk berotasi 180 derajat. Sekarang, sambil menikmati kenyutan bibirnya pada penis-ku, aku berbuat sama dengan penis-nya. Kulumat habis batang keras yang putih kemerah-merahan itu. Aku julurkan lidahku untuk menyapu bagain kepala batang. Sambil tetap aku jepit kuat-kuat batang itu dengan bibirku yang basah dan tak lupa aku dorong masuk, dan keluar lagi sampai kepala batangnya mendekati bibir terus aku dorong masuk sedalam-dalamnya, berulang-ulang.

Dia bergelinjang juga menikmati permainanku, yang mungkin aku termasuk sangat expert untuk memilin-milin batang kemaluannya. Bibirku cukup tahu urat-urat mana yang mesti ditekan untuk menimbulkan sensasi. Desahan nafasnya jelas terdengar, walaupun mulutnya sambil mengulum batangku yang tegar berdiri. Tapi tiba-tiba dia mencabut batangnya dari dalam mulutku. Aku tahu dia sudah mau mencapai klimaks. Tetapi pintar juga dia; bisa mengatur permainan seks. Takut klimaksnya akan memperpendek kenikmatan yang masih pingin direngkuhnya lebih lama lagi.

Andi mengambil posisi di atas, dan mulutnya tidak mau jauh dari batangku, dan sekarang batang itu dilepaskan. Dia memandikan seluruh bagian scrotumku dengan lidahnya yang sangat agresif itu. Daerah yang rawan bagiku. Tiba-tiba ia menjilat turun dari bola-ku, dan menjilati bagian antara bola dan lubang anus, wuw… disitu ada sedikit bulu halus… serrr, aduh enaknya. Seluruh syarafku terasa berkumpul disitu. Tak lama kemudian… hah! dia menjilat bibir anusku. Ohhhhh sungguh geli-geli nikmat. Dan bibir itu seolah tahu mana yang harus disapu dengan agresif. Setelah puas dengan bibir anus… sekarang bibir itu menembus dalam anusku. Dia memperlakukan anusku bak mulutku. Ia kecupin dengan lembut dan sambil lidah ia julur-julurkan ke dalam.

Sangat lama dia memanjakan anusku dengan bibir Gunawan yang tipis seksi tersebut. Dan lidah itu tak bosen bosennya bergoyang terus dengan lembutnya. Akhirnya dia menyudahi permainan tersebut, sambil mengambil tas kecilnya untuk mengambil dan memasang kondom.

Sepertinya saya tahu apa keinginannya. Dan aku pasrah saja, toh tadi dia sudah memberikan kepuasan yang sangat amat aku nikmati. Dia mulai mengangkat kakiku. Dan pelan tapi pasti dia mengarahkian rudalnya ke lubang anus yang tadi sudah dia beri kenikmatan. Pelan dan pelan kepala batangnya masuk… setelah itu sedikit-demi sedikit batangnya pun mulai masuk. Rasa nyeri mulai menjalar di lubang anusku. Tapi rasa nyeri itu seolah menghilang, begitu dia meneroboskan batang kemaluannya sambil ia menciumi dan mengenyut payudaraku, sungguh pintar sekali dia dalam menetek. Tak terasa batang itu sudah masuk aku telan dalam anusku. Rasa nyeri itu benar-benar lenyap… Setelah aku lebih nyantai, dia mulai menggenjot pelan-pelan penisnya, keluar-masuk dalam anusku. Dan akselerasinya bertambah seirama dengan bertambah cepat nafsu kita berdua. Cepat dan sangat cepat. Aku sangat menikmati permainan ini. Dan ini baru pertama kalinya aku bisa menikmati seks dengan posisi di-fuck.

Aku raih pantatnya dan aku tarik untuk lebih menekan pantatku. Dia benar-benar seperti sedang menunggang kuda binal. Maju-mundur dengan cepatnya. dan lenguhan mulutku-pun tak kuasa aku tahan. Ah… uh… ah… uh…

Dalam kecepatan maju-mundur penisnya dalam anusku yang sangat cepat dan tidak teratur… aku tak tertahan lagi. Aku kocok penisku kuat-kuat… dan crot, crot… crot… muncrat sepermaku keluar dan dibarengi desahan yang sangat kuat dari Andi… pertanda dia juga keluar dalam waktu yang hampir bersamaan denganku.

Basah dada Andi dengan semburan spermaku yang benar-benar dashyat saat itu. Dan ini really benar-benar pertama kali aku bisa mengeluarkan air maniku dalam kondisi di-fucked. Oh… kesan yang begitu sangat indah.

Setelah kami saling membersihkan badan masing-masing. Aku dan Andi siap-siap tidur… sambil berpelukan. Kita saling puas dalam permainan tadi. Dan aku berkata dalam diriku, untuk menjadikan Andi sebagai boyfriendku. Sudah siap aku untuk mengarungi kehidupan bersama Andi… Dan aku tertidur dengan pulassss dengan ditemani mimpi indahku.

Pagi-pagi kami bangun hampir bersamaan. Aku cium kening Andi untuk mengungkapkan betapa sayangnya aku.

“Bang Andi mau mandi dulu. “

“Ntar, aja bareng ama abang. ” timpa-ku

“Gak, malu , abang setelah Andi aja. “

Akhirnya Andi mandi duluan. Tetapi betapa cepatnya ia mandi.

“Cepat amat mandinya Di. “

“Udah biasa kok, dah gantian abang yang mandi. “

Akhirnya aku mandi juga, masuk ke kamar mandi sambil aku putar kran. Sebelum mandi aku buang air besar. So… cukup lama aku berada di kamar mandi.

Setelah selesai, sambil keluar dari kamar mandi aku sedikit teriak:” Mau sarapan apa Di pagi ini? “

Tidak ada jawaban. Aku cari dia di kamar tidur, tidak ada. Di teras belakang juga tidak ada. Kucari lagi di depan rumah… tidak ada. Aku sedikit curiga. Aku buka lemari pakaianku tempat aku menyimpan handphone. Ooo… My God… Handphone-ku lenyap. Dan jam tangan di atas lemari juga lenyap. Lemas aku dibuatnya. Aku sangat teledor, menaruh kunci diatas lemariku, hal ini aku lakukan agar tidak ada kesan bahwa aku mencurigainya. Ternyata salah!!

Tanpa banyak berfikir lagi, aku lari keluar rumah, aku kejar Andi siapa tahu masih bisa terkejar. Aku naik ojek. Dan menyetop bus arah jurusan Bekasi, arah seperti waktu dia mengenalkan diri. Dengan perasaan marah aku berada di dalam bus yang juga sumpek pagi hari itu. Sampai di daerah Bekasi aku tidak tahu harus berhenti dimana. Akhirnya aku menyadari betapa bodohnya aku. Dengan perasaan sangat marah pada diri sendiri aku pulang, dengan kehilangan beberapa benda yang cukup berharga bagiku. Dan impianku mendapatkan bf Andi, seperti impian yang memuakkan.

Bercinta Di Hujan Deras

Sial banget, gumanku begitu sampai di Yogyakarta di stasiun Tugu. Liburan semester ini aku menyempatkan diri main-main ke Surabaya, waktu mau balik ke Yogya sini, cuaca kota Surabaya masih cerah sekali. Benar-benar tidak menyangka kalau saat pulang ini disambut oleh cuaca yang mendung. Kalau naik becak sih…, pasti mahal, begitu pula Taxi, lagian tempat tinggalku agak terpencil masuk gang. Akhirnya kuputuskan untuk cari tukang ojek.
Beruntung sekali, belum sampai aku keluar dari halaman stasiun sudah ada tukang ojek yang nawarin diri. Tidak perlu basa-basi aku langsung mengiyakan.
“Kemana Mas?, “tanyanya.
“Monjali”, kataku
Dan kamipun melaju dengan Astrea Supra.
Awalnya aku sama sekali tidak berminat terhadap sekelilingku, aku tetap khawatir pada cuaca yang semakin gelap. Tapi waktu kami keluar dari Jln Solo, cuacanya agak mendingan. Dan baru kusadari kalau abang tukang ojek di depanku mulai menarik minatku. Perawakannya sangat atletis, kulitnya sawo matang, rambutnya ikal dan yang membuatku semakin tertarik adalah pakaiannya sexi sekali. Kaos singlet putih dan celana pendek putih yang ketat. Kuperkirakan dia berusia 25 tahun keatas.
“Abang nggak risih pake pakaian kaya’ gini?”, tanyaku.
“Ah, biasa saja tuh. Malah adem”, katanya.
“Badan Abang kekar banget, kok bisa sih?”.
“Ah, masa?! Ya…, mungkin ini karena dulu saya narik becak”, katanya sembari tertawa.
“Bang, boleh nggak aku ngerasain otot badan abang”.
“Mau megang? Boleh-boleh saja, tapi jangan bikin saya geli ya!”.
Tanpa basa-basi, aku mulai menyentuh otot tubuhnya. Pertama perutnya yang kotak, dadanya yang bidang.
“aah…, geli nih”, katanya.
“Itu belum apa-apa Bang, saya belum selesai”, kataku.
Tanpa mempedulikan dia yang terus mengendarai sepeda motornya dan pemandangan sekeliling, tanganku beralih ke bagian bawah pusarnya. Aku mulai meraba bagian terlarangnya.
“Wah, podo lanang’e nanging kok nggeh penak”, katanya saat aku mulai memijitnya.
“Mau dilanjutin?”, tanyaku.
“Purun Mas”, katanya.
Kali ini jari jemari tanganku mulai menelusuri tonjolan miliknya yang kian keras dan berdenyut kencang itu. “Astaga” dia tak bercawat. Aku semakin berani, kubuka restleting celananya dan, “Blueeeff”, dalam seketika penis miliknya menerobos keluar.
Tiba-tiba saja dia menepi ke pinggir, kupikir dia marah dengan kelakuanku, Ternyata tidak. Dia menepi di daerah yang bersemak belukar dan tersembunyi dari Jalan Raya.
“Lakukan disini saja”, katanya sambil menggandengku dan menggenggam penisnya. Aku melanjutkan perbuatanku tadi. Penisnya berukuran kira-kira 17-20 cm, berbulu lebat itu langsung kukocok dan kedua biji pelirnya aku jilati. Aku menjadi 100% yakin kalau dia adalah gay juga saat dia precum dan mencumbuku sementara tangannya meraih penisku yang masih tertutup rapat. Dalam waktu singkat kami sama-sama sudah bugil. Kami saling mencumbu dan penis kami saling beradu juga. Kemudian kami mengambil posisi 69. Dan kami saling hisap.
Saat sedang asyik-asyiknya menikmati permainan binal ini, hujan mengguyur dengan derasnya. Namun kami seakan tak peduli. Kami justru semakin bernafsu. Diantara rerumputan dan tanah becek kami berguling-guling memadu kasih. Hingga tubuh kami penuh dengan lumpur. Tapi hal ini tetap membuat kami bernafsu mengulum penis dan bagian lain. Bener-bener tidak menyangka kalau kami ejakulasi bersamaan dan penis kami masih tetap berada di kuluman. Spontan sperma langsung ketelan. Aku butuh beberapa menit untuk membuat penisku kembali keras, sedangkan dia benar-benar perkasa.
“Sodomi aku”, katanya saat penisku mulai mengeras. Dia sudah siap dengan posisi nungging di bawah pohon. Aku tidak langsung memenuhi keinginannya, aku masih ingin mengulum penisnya yang menggelayut di antara pahanya. Aku menariknya ke arah belakang dan mengulumnya lagi, tapi kali ini aku memasukkan jari tengahku ke anusnya, Sambil menghisap aku menusuk-nusukkan jariku. Tidak seberapa lama kemudian aku menyuruhnya telentang dengan kaki mengangkang. Aku ganjal pantatnya dengan baju kami hingga pantatnya sedikit ke atas dan kemudian dengan perlahan kumasukkan penisku ke anusnya. Cukup mudah, kurasa dia sering disodomi. Aku gerakkan pinggulku sehingga penisku bergerak maju mundur menekan dinding lubang anusnya. Kami salimg mendesah dan melenguh. Dia meraba penisnya sendiri sambil terus menikmati ayunan penisku yang jauh di dalam anus menyentuh prostatnya.
Selama kurang lebih 1/2 jam setelahnya, aku ejakulasi. Kutuangkan air maniku di atas selangkangannya. Dan tak lama kemudian diapun ejakuasi. Kami kelelahan, hujan mulai mereda. Aku diantarnya pulang dan gratis! Ironisnya aku lupa menanyakan nama dan alamat dia. Kami tak pernah jumpa lagi. Tapi, setidaknya dia tahu dimana aku tinggal, jadi aku masih mau bercinta dengannya suatu saat nanti ketika dia mampir ke rumahku.

Asyiknya Keroyokan

Cerita ini memang fiktif, tapi mudah-mudahan dapat dijadikan hiburan bagi rekan-rekan.
“Halo, abang, Papa udah pulang belum?” tanyaku.
“Emang kenapa?” tanya abangku.
“Mmmmh.. gini Bang, Deni kayaknya pulang agak telat. Mau ke rumah temen dulu, tolong bilangin ya Bang ama Papa!”
“Tapi jangan kelamaan lho Papa ngamuk entar… eh Den pulangnya bawa temen loe ya… kalau bisa yang lucu… Oke.. hehehe…” kelakar Abangku.
“Huu maunya hehehe..”
Setelah itu langsung kututup gagang telepon umum itu. Ya… itu dia kakakku yang paling tua, namanya Ferry, dia orangnya baik, tinggi, putih, ganteng and everything-lah gitu. He’s my best and hottest brother in this world. Oh ya, aku lima bersaudara, kakakku 2 orang dan adikku 2 orang, kami semua cowok. Tapi yang ingin saya beritahu pada rekan-rekan, sebenarnya mereka bukan saudara kandung saya tapi saudara angkat, dan kami semua tidak ada hubungan keluarga satu pun, not even Papa. Sebenarnya yang disebut “Papa” oleh kami berlima itu adalah salah seorang dosen di perguruan tinggi swasta di kotaku ini. Dan kami berlima memang kebetulan pernah menjadi mahasiswa beliau. Papaku eh Pak Budi itu orangnya kalem, berwibawa, murah senyum, baik dan sangat perhatian. Dia sebenarnya sudah pernah menikah, lalu cerai, tapi tidak mempunyai anak dari perkawinannya itu. Ya, untuk gantinya kamilah anak-anaknya. Mungkin rekan-rekan sekalian heran kenapa kami semua dianggap anak oleh beliau. Awalnya juga saya kurang begitu mengerti, soalnya saya masuk jadi bagian keluarga ini ketika sudah ada dua anak angkat lainnya, yang sekarang jadi abangku, Ferry dan Wahyu.
Umur Ferry sebenarnya hampir sama dengan Wahyu, sekitar 25 tahun. Cuma beda bulan saja. Aku sama mereka beda 1 tahun. Aku 23 tahun. Sedangkan yang jadi adikku, temen kelasku juga, Ade, dia orangnya cool, sama Ronie, dia beda kampus tapi jurusan kami sama. Sudah dari awal saya sangat senang sekali ketika Pak Budi papaku itu, mengajar di kelasku. Dia memang dosen yang mengerti cara mengajar. Pokoknya kami semua mengerti kalau papaku mengajar. Kami semua di kelas senang dengan papaku, padahal dia memegang mata kuliah yang lumayan susah untuk ukuran anak teknik. Hmm, kalau aku senang sama Pak Budi itu, bukan cuma cara mengajarnya saja, tapi aku semua suka semua yang ada di Pak Budi itu, dari rambut sampai ke kaki. Makanya pada waktu di kelas kalau Pak Budi itu yang masuk aku duduk paling depan untuk menikmati semuanya. Aku selalu berkhayal, dipeluk oleh Pak Budi yang gagah itu, tinggi sekitar 170 cm, berat kira-kira 68 kg, badannya berisi, pakaiannya selalu rapi. Wah, pokoknya asyik banget dilihatnya. Bikin terangsang kalau aku keasyikan memandanginya.
Terus, aku jadi punya pikiran gimana caranya biar aku bisa ke rumahnya, akhirnya ada jalan deh. Aku pura-puranya tanya tentang masalah di mata kuliah yang diajarkan. Aku selalu berusaha bertanya di luar jam mata kuliah, biar ada kesempatan lebih dekat gitu, berduaan. Setiap kali aku “privat”, aku sih cuma tanya sedikit-sedikit, dia yang menjelaskan panjang lebar, dan aku selalu melihat dengan semangat ke semua bagian badannya, ya tentunya tidak liar dong. Biar tidak dicurigai. Eh ya selain Pak Budi, di kampusku ini aku juga senang lihat seniorku, namanya Wahyu, pokoknya dia lucu banget dan gemesin. Ya bagitulah kalau aku ke kampus, pokoknya setiap kali ada kesempatan aku selalu berusaha untuk ngobrol dengan Pak Budi itu. Kalau sama seniorku aku jaga sikap dong, habis ngeri kalau ketahuan.
Akhirnya Sampai suatu saat, aku dapat tawaran yang memang kuharapkan, yaitu ke rumah Pak Budi. Dia menawarkan padaku kalau aku mau pinjam buku referensi mata kuliah yang diajarkannya, asal ngambil bukunya datang ke rumahnya. Wah aku sudah tidak tahu mana terang mana gelap, aku senang banget, akhirnya aku berhasil untuk bisa datang ke rumahnya. Dia mempunyai waktu untuk didatangi hanya hari Sabtu, aku masih ingat.
“Den, kamu boleh dateng ke rumah saya, tapi bisa nggak kalau hari Sabtu, soalnya hari-hari lain saya tidak ada di rumah, ya paling juga malam,” kata Pak Budi sambil senyum ramah.
“Ya… tidak pa-pa Pak, saya hari Sabtu aja datang ke rumah Bapak,” kataku.
“Emang kamu tidak ngapel?” tanya Pak Budi.
“Ah, lagi tidak ada Pak,” jawabku.
Singkat cerita, hari Sabtu itu sekitar jam 5 sore aku sudah di depan pagar rumah Pak Budi. Rumahnya tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil juga. Di pinggir jalan raya yang tidak begitu ramai. Lalu kubuka pagarnya yang ditutup fiber putih itu, setelah di dalam lalu kupencet bel, lalu saya menunggu dengan perasaan deg-degan. Suara kunci diputar terdengar dari arah garasi dan pintu dibuka dan ternyata, wah… aku tidak habis pikir ternyata yang membuka pintu adalah salah satu dari seniorku di kampus yang sudah dan kami memang sudah pernah kenal, dia itu Wahyu! Dalam hatiku bingung.
“Hm.. ngapain si Wahyu ada di sini, dia apanya Pak Budi Ya?” hatiku makin heran.
“Eh… masuk Den, lewat sini ya…” katanya.
Aku menurut terus langsung mengikuti Wahyu dari belakang. Wahyu itu memang lebih pendek dariku, wajahnya fresh banget, seger dan lucu, full senyum. Lalu aku masuk ke dalam lewat garasi. Aku berusaha agar tidak kelihatan seperti orang yang kebingungan, mengatur napas. Setelah masuk ternyata di ruang keluarga sudah duduk pula temannya si Wahyu yaitu Ferry. “Wah kacau nih, mereka siapa sih sebenernya?” dalam hatiku, aku makin bingung saja, kenapa dua orang ini ada di sini. Mereka berdua sih tenang-tenang saja terus kami ngobrol sedikit, terus Pak Budi keluar dari kamarnya.
“Baru dateng Den?” tanyanya.
“Ya Pak,” jawabku.
Sesudah itu, akhirnya antara aku sama Pak Budi ngobrol seputar urusan kuliah, sedangkan kedua seniorku asyik nonton TV. Tidak kerasa, ternyata begitu kulihat jam, ternyata sudah lewat setengah tujuh. Terus aku bermaksud pamit.
“Pak mau pulang dulu, sudah malam,” aku pamit.
“Kok, cepet-cepet, kamu di sini sama orang tua Den?” tanya Pak Budi.
“Nggak Pak saya di sini kost,” jawabku.
“Terus ngapain kamu pulang cepet, kan tidak ada yang nunggu, lagi pula kata kamu kamu belom ada pacar, di sini aja dulu, tuh si Wahyu juga anak kost, ya kan Yu?” kata Pak Budi sambil melirik ke arah Wahyu.
Yang ditanya cuma mengangguk sambil senyum terus nonton TV lagi.
“Tapi Pak…” aku hendak bicara tapi dipotong oleh Pak Budi.
“Sudahlah di sini aja dulu kebetulan saya mau pergi dulu sekalian aja nanti kamu pulangnya bareng sama Wahyu, sekarang temenin mereka dulu sambil nunggu rumah saya selama saya pergi, sebentar kok, mau kan?” pinta Pak Budi.
Aku jadi bingung antara pulang atau menerima tawaran itu. Aku mikirnya ah kapan lagi ngumpul sama 2 cowok hot kalau tidak sekarang, kalau di kampus jangan harap deh. Akhirnya kuputuskan untuk menerima tawaran Pak Budi dan setelah itu memang benar, Pak Budi langsung pergi dengan sedannya. Sekarang tinggal kami bertiga di ruang TV itu. Ngobrol, tidak tahu bagaimana awalnya, tahu-tahu begitu kami sedang ngobrol, ada yang mengeluarkan ide untuk nonton film blue. Aku sih mau-mau aja sih, cuma…
“Eh nanti kalau Pak Budi dateng gimana?” tanyaku pada mereka berdua.
“Tidak pa-pa nyantai aja Pak Budi baik kok, dia pasti ngerti dong sama hal-hal beginian dia juga pernah muda khan Den?” jelas Ferry, ya aku jadi tenang juga.
Akhirnya kami mulai dengan film pertama, cuma keselnya si Wahyu tuh iseng, masa filmnya dicepet-cepetin jadinya kan cuma sebentar, yang dilihat cuma bagian hotnya saja. Terus habis deh. Ini dia pertanyaan yang bikin aku keringetan campur deg-degan.
“Den loe pernah nonton film gay belom?” tanya Ferry.
“Belum, emang punya?” tanyaku.
“Ada tuh kalau mau, kami setel ya?” katanya.
Terus dia masuk tidak tahu ke kamar siapa, terus mengeluarkan Video Beta, dan beberapa buah kaset. Terus sesudah siap, mulai deh adegan asyik keluar di TV. Sesudah beberapa adegan, aku jadi horny berat, tapi aku berusaha menutupi rasa itu, tapi si Ferry mulai duluan. “Den, loe suka ya ama film ini?” tanya dia, “Iya..” kataku dalam hati, aku sih cuma diam aja no action, cuma senyum terus lihat ke wajah Ferry sambil meneruskan lagi melihat tontonan asyik itu.
Di layar ada dua cowok bule lagi 69 style. Aku sangat menikmati adegan itu sampai-sampai lupa sama si Ferry dan Wahyu, lagi pula posisi aku duduk agak ke depan, sedangkan mereka menyender ke belakang, jadi aku tidak terlalu memperhatikan mereka. Tahu-tahu begitu aku melirik ke arah mereka, tangan si Wahyu lagi menggerayangi kemaluannya si Ferry. Hmmm, aku sempet menelan ludah, dan semakin deg-degan tapi aku pura-pura tidak tahu terus menerusi nonton. Eh ternyata si Wahyu dan Ferry makin jadi saja, mereka saling merangkul terus pada ciuman di sebelahku. Aku tetap cuek. Lalu pada saat si Ferry berusaha buka si Wahyu. Wahyu langsung mengambil posisi melutut kepalanya menyosor ke selangkangannya Ferry, sesudah itu tangannya si Wahyu mulai menggerayangi pahaku, terus kusingkirkan tangannya, habis kaget.
“Ayo Den, masa sih loe tidak mau nyoba, sini Den ayoo gabung ama kami?”
Huah, aku makin deg-degan, si Wahyu terus saja tangannya mengelus pahaku, terus kuamati, ternyata celana si Ferry sudah tidak ada, tinggal CD-nya saja. Sambil tangannya melepaskan CD-nya si Wahyu langsung mengisap batang kemaluan si Ferry. Glek… hmmm mendingan nonton di sebelah saja pikirku. Eh… dasar si Wahyu, tangannya mulai lagi menggerayangi ke pahaku terus masuk lagi ke arah batang kemaluanku, sekarang aku diamkan, aku pengen tau jadinya gimana nanti. Sambil menghisap batang kemaluannya si Ferry, Si Wahyu mulai masukin tangannya ke dalam celanaku, terus megang batang kemaluanku yang sudah keras banget.
Sesudah itu si Ferry berdiri sambil membuka semua pakaian yang masih menyisa, akhirnya dia bugil duluan. Ya ampun, batang kemaluannya gede banget, berdiri tegak lurus, sekarang si Wahyu mulai menyerangku, dia nyosor ke selangkanganku, sambil berusaha melepas ikat pinggangku, celana dan akhirnya aku juga telanjang bulat. Bugil… bersama si Ferry. Dan seperti yang sudah lama tidak ketemu batang kemaluan, si Wahyu langsung mengisap habis batang kemaluanku, dan si Ferry mengambil posisi di sebelahku, dia langsung mencium bibirku, dia melumat bibirku. Setelah lama aku berciuman dengan Ferry, lalu aku karena dari tadi penasaran ingin memegang batang kemaluannya si Ferry langsung saja tanganku mendekat ke batang kemaluannya dan langsung mengocok senjatanya yang besar itu. Hmmm… si Wahyu masih asyik saja menghisap. “Isep aja Den,” kata si Ferry, begitu ada komando aku langsung mengisap batang kemaluan si Ferry itu, dia jadi rebahan di sofa. Terus si Wahyu langsung buka semua baju and celananya. Nyusul kami bedua yang sudah bugil. Sambil kuhisap Ferry, si Ferry ternyata pengen batang kemaluan juga, terus dia menarik tangan Wahyu, Wahyu mendekati dan langsung memberi batang kemaluannya yang tidak begitu besar tapi panjang.
Sambil menghisap kulihat pantat Wahyu gerak maju mundur ke arah mulut Ferry, dan pahanya mengangkang lebar sampai aku bisa melihat ass hole-nya Wahyu yang lagi dimainin sama jari Ferry. Aku makin semangat menghisap batang kemaluan Ferry. Begitu kami lagi asyik ML, karena terlalu hot aku jadi tidak ingat sedang di rumah siapa. Tidak tahunya pintu dari dari ruang samping sudah kebuka dan ternyata orang itu Pak Budi. Wah aku kaget setengah mati. Aku langsung mengambil baju dan celana terus menutup bagian tubuhku sekenanya, aku malu sekali tapi Wahyu sama Ferry tenang-tenang saja, malah mereka menyapa Pak Budi hampir berbarengan.
“Baru pulang Pak? Kok Lama banget sih?”
“Iya nih Papa harus ngurusin rencana Papa buat tambahan, lho kok kamu berhenti Den?”
Aku kaget sekali ditanya begitu oleh Pak Budi, berarti selama ini aku mengagumi orang yang tepat. Tapi aku masih diam saja, aku duduk sambil menunduk dalam-dalam karena malu sekali. Setelah Pak Budi menyimpan barang bawaannya. Lalu dia mendekatiku. Menarik daguku ke atas, aku melihat senyuman yang indah. Dia hanya tersenyum, dan aku seperti dihipnotis, bibirku menghampiri bibir Pak Budi yang masih tersenyum itu, dan bahuku diangkat, aku berdiri sejajar, Pak Budi berusaha menjatuhkan semua pakaian yang kupegang, lalu aku langsung memeluk badan Pak Budi yang wangi itu, Pak Budi yang ganteng itu mengelus punggungku, mataku terpejam. Wuaaa, indah sekali. Aku melihat kedua seniorku masih sibuk masing-masing saling menerima dan memberi.
Lalu aku tanpa sadar langsung mencari batang kemaluannya Pak Budi yang sudah mengeras juga. Aku buka reitsletingnya ternyata Pak Budi tidak memakai CD, langsung saja aku mendapatkan hadiah yang paling indah, batang kemaluan Pak Budi hampir sama dengan batang kemaluan Ferry, cuma lebih gede punya Ferry. Lalu aku langsung menghisap batang kemaluan Pak Budi. Dan dengan secepat kilat Pak Budi sudah bugil juga. Entah siap yang mulai, tiba-tiba Ferry dan Wahyu menghampiri kami berdua, dan mereka langsung mencium pipi Pak Budi sorang satu kiri dan kanan, dan mereka berciuman, pertama Pak Budi mencium bibir Ferry setelah itu baru Wahyu, aku masih saja asyik melumat batang kemaluan Pak Budi itu. Setelah itu aku digiring ke kamar, nampaknya kamar Pak Budi di dalamnya ada kasur yang sangat lebar dan cukup untuk kami berempat. Lalu kami langsung ke atas kasur dan langsung kami semua bermandi keringat. Aku tidak tahan lagi pada saat Pak Budi menjilati ass hole-ku.
Pingin rasanya ditusuk, dan dengan wise-nya Pak Budi membisikan, “Den mau dimasukin tidak? kamu masih perawan ya?”Aku mendesis, “Mau… mau… iya Deny masih perawan… Mau masukin dong Pak.”
“Boleh asal kamu mintanya dengan manggil Papa, bukan Bapak lagi, kayak Wahyu dan Ferry.”
Aku langsung memelas, “Mau Papa… masukin aja Papa sayaang, Deni pengeenn,” pintaku dan efeknya juga lain aku makin horny saja lalu dengan cara tersendiri akhirnya untuk pertama kalinya aku merasakan batang kemaluan memasuki pantatku. Sakit-sakit enak.
Setelah terbiasa keluar masuk, akhirnya aku menikmati sekali batang kemaluan yang sibuk keluar masuk itu. Lalu Wahyu dan Ferry pindah, mereka mengarahkan batang kemaluannya ke wajahku dari kiri dan kanan, aku menghisap bergantian, kiri kanan, kiri kanan, sedangkan Papa baruku masih terus memfuck aku. Aku mulai mengocok batang kemaluanku sendiri. Aku tidak tahan akhirnya aku keluar. Wiii tidak biasanya kalau coli sendiri kali ini banyak sekali. Dan akhirnya Ferry sama Wahyu sama-sama hampir bareng keluarnya dan maninya diarahkan ke wajahku juga mulutku, kutelan semua mani yang keluar, sebagian tercecer di pipi dan dahi. Tapi yang masuk mulut banyak juga. Melihat itu Papaku tidak tahan akhirnya menarik batang kemaluannya terus dikocok sendiri dan akhirnya keluar di perut dan dadaku, basah dan hot. Papa langsung memelukku, dan menciumiku. Sedangkan Ferry and Wahyu memelukku dan Papa dari kiri dan kanan juga.
Kami semua merem, mengambil nafas. Kuciumi semua, Papa, Ferry dan Wahyu tidak lama Papa menjelasi, “Den, Papa pengen kamu jadi bagian dari kami. Papa, Ferry, juga Wahyu. Papa pengen kamu jadi adik mereka berdua, seperti Wahyu sekarang jadi adiknya Ferry. Gimana? kamu bisa tinggal di sini sambil nemenin Papa… atau kalau kamu keberatan kamu boleh saja tetep ngekost, cuma Papa minta setiap malam minggu kami harus ngumpul di sini. Kalau Ferry, karena tinggal sama orangtua di sini, jadi tidak bisa sering nginep disini, naah… kalau Wahyu sekarang sering nemenin Papa di sini, ya sekali-kali tidur di kost-an gimana?” tanya Papa, aku tidak bisa jawab mungkin karena terlalu senang aku senyum saja mengangguk sambil kupandangi semuanya.
“Eh iya pada laper tidak?” Ferry nyeletuk.
“Iya nih laper Bang,” jawab Wahyu.
“Tuh tadi Papa bawa makanan yang di bungkusan tadi,” kata Papa.
Kami semua menuju meja makan, masih bugil. Kulihat jam sekitar pukul sembilan kurang. Sesudah makan karena rasanya lengket dan gerah kami semua pada pengen mandi. Semua menuju kamar mandi. Wah air hangat lagi mandinya. Karena pakai shower jadi kami bisa masuk semua dan saling menyabun. Sesudah selesai acara mandi yang benar-benar basah itu, akhirnya kami duduk lagi di ruang TV sambil nonton berita, dan aku dikasih pinjam baju kaos buat tidur oleh abangku, Wahyu. Setelah berita, kami ngobrol lagi sebentar, abangku menjelasi bahwa aturan di sini, kami tidak boleh ML di luar anggota rumah, bukan apa-apa, biar save gitu. Dan aku baru tahu bahwa kedua abangku juga dulunya diperawani oleh Papaku ini, dan satu lagi yang lucu, ternyata acara hari ini sudah disusun skenarionya. Jadi sebenarnya Papaku juga sudah tahu bahwa aku gay, dia tahu dari caraku menatapnya yang selalu merasa menelanjanginya, meskipun aku straight act. Dan Papaku juga mengharapkan aku masuk menjadi bagian keluarga ini. Juga yang menggelikan adalah pada saat Papaku keluar rumah sebenarnya dia hanya pura-pura, jadi keluar cuma membeli makanan dan sesudah itu ke rumah langsung memasuki ruangan yang sudah disiapkan untuk mengintip kami bertiga pada saat nonton film, terus malam pertama itu kami berempat ML lagi sekarang gantian yang bercinta, abang aku.
Tidak tahu sampai berapa kali deh pokoknya aku juga sempet merasakan kehangatan permainan mereka di malam pertama itu, that’s cool. Dan semenjak itu aku jadi sering tinggal di rumah Papaku, kebetulan yang kost 3 orang sedangkan Ferry dan Ronie tinggal sama orang tuanya di sini, jadi cuma Bang Wahyu, Aku dan Ade saja yang tinggal di sini. Eh ya… aku sama Ade meskipun satu kelas tapi kami tidak begitu akrab, kami biasa aja, aku punya teman, dia juga punya teman, jadi aku dan Ade jarang ngobrol di kampus. Tapi kalau di rumah kalau tidur aku paling senang banget memeluknya. Selain seumur, aku sama Ade wajahnya hampir mirip, jadi banyak yang menyangka kami saudara, cuma dia lebih putih. Yah… segini dulu ya ceritanya, kritik dan saran kirim ke e-mail.

Yang Pertama

Sebut saja namaku Reno (samaran), cerita ini benar benar terjadi pada diriku, hanya nama dan tempat kejadian yang kusamarkan. Maaf kalo nanti ditemukan kalimat yang kurang benar karena aku memang bukanlah penulis yang profesional.

Sebenarnya aku masih ragu, mungkin aku masuk ke dalam golongan biseks, soalnya aku bisa tertarik dan terangsang dengan wanita tapi aku juga bisa horny kalau melihat cowok yang kebapakan, berkumis, macho atau nampak lebih dewasa dari pada aku.

Waktu kejadian itu sekitar setahun yang lalu, akhir 2001, waktu itu umurku 26 tahun. Aku yang berasal dari Jawa sedang cuti, liburan sendiri ke daerah Sumatera Barat. Dalam suatu perjalanan dengan bis antar kota, sewaktu bis masih dalam terminal Kota A, aku duduk sendiri di bangku persis belakang pak sopir. Waktu itu aku sedang sedikit melamun hingga tak sadar kalau bangku di sebelahku telah ada yang mendudukinya. Hingga bis bergerak meninggalkan terminal, aku hanya memperhatikan sopir dari belakang, aku lihat tangan kekarnya yang mengkilat karena keringat memegang kemudi, aku sempat membayangkan seandainya tangan itu merengkuh tubuhku. Hingga lamunanku buyar oleh sapaan ramah dari orang disampingku.

“Pai kama?”, dia menanyakan kemana tujuanku dalam bahasa Minang.
Oh, ternyata ada seorang bapak muda di sampingku, tubuhnya hampir seukuran denganku, malah mungkin bisa dibilang lebih kurus dari pada aku. Tingginya pun kira-kira sama denganku. Dan dia berkumis. Belakangan aku tahu bahwa umurnya 35 tahun. Aku jawab aku mau ke Kota B masih dalam bahasa Minangku yang tak begitu fasih. Dia pun menanyakan dengan siapa aku pergi, setelah kujawab bahwa aku sendirian saja, dia memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangannya dia memperkenalkan dirinya sebagai “Oncu”. Akupun memperkenalkan diri sambil menjabat tangannya yang ternyata sangat lembut untuk ukuran tangan lelaki. Lalu kami terlibat percakapan lebih akrab. Hingga akhirnya dia tahu kalau aku orang Jawa dan dia pun mengajakku untuk menggunakan bahasa Indonesia.

Sampai saat itu aku tidak merasa ada yang aneh. Setelah dia tahu bahwa aku baru pertama kali ke Kota B, dia menawarkan diri untuk menjadi guideku di Kota B, sehingga dia sudah cujup tahu seluk beluk kota ini. Rupanya Oncu ini sedang dalam rangka meninjau lokasi karena dia akan membuka usaha di Kota B. Dia menginap di Hotel Y bersama istri dan seorang anaknya yang masih berusia 3 tahun. Dia pun menyarankan agar aku menginap di Hotel Z, tak jauh dari hotelnya. Belakangan baru aku tahu mengapa dia menyuruhku menginap di Z.

Setelah mengantarku check in dan menyarankanku beristirahat agar nanti sore agak segar saat dia akan menemaniku jalan, dia kembali ke hotelnya untuk menemui istri dan anaknya. Sekitar pukul 4 dia datang. Aku yang saat itu sedang tiduran dengan hanya bercelana pendek, membukakan pintu dan mempersilakannya masuk. Dia langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil memintaku untuk meneruskan tidurku yang terganggu.

“Boleh ‘kan aku buka baju, takut kusut nih”, katanya.
“Silakan”, jawabku.
Setelah membuka baju, dengan hanya mengenakan celana pendek dan singlet dia merebahkan tubuhnya di tepi tempat tidur, sedang aku rebahan di tepi satunya lagi. Setelah sekian saat aku tak juga bisa memejamkan mata, karena pikiran nakalku mulai menangkap gejala aneh.
“Kok belum merem?”, rupanya dia memperrhatikanku.
“Iya, soalnya aneh, belum pernah aku tidur satu bed dengan sesama lelaki”, jawabku jujur, yang memang belum pernah melakukan apapun dengan lelaki, tapi telah sering bercinta dengan perempuan.
“Ternyata badanmu nggak begitu gemuk ya”, katanya sambil mendekatiku.
“Ah, siapa pula yang bilang aku gemuk”.
Aku tak meresponsnya saat tangannya menyentuh dadaku. Tapi sebenarnya aku telah merasa sedikit horny, saat tanpa sengaja kumisnya menyentuh lengan kananku.
“Heh, geli ya kena kumis gitu”, kataku.
“Oh, maaf”, jawabnya sambil beringsut agak menjauh.

Agak menyesal juga sebenarnya aku telah mengatakan kegelianku tadi, soalnya aku sebenarnya menyukainya.
“Mau kemana?”, tanyanya saat melihatku bangkit dari bed.
“Minum, haus nih”, jawabku, padahal itu hanya kepura-puraanku agar aku bisa berganti posisi.
Setelah minum aku tidur lebih dekat dengannya, dan sengaja kakiku menindih pantatnya yang saat itu dalam keadaan tengkurap. Ternyata dia bereaksi dengan lebih mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan tentu saja tak kusia-siakan kesempatan ini hingga langsung kubelai kumisnya denga lembut, karena benda inilah yang telah membuatku tertarik.

Walau dia diam saja, aku bertambah agresif, kini bibirku melumat bibirnya. Terus terang baru sekali ini aku mencium bibir pria dan berkumis, ternyata tak kalah nikmatnya dengan bibir perempuan. Dia langsung memelukku dengan erat. Permainan kami bertambah panas, leher, lengan, ketiaknya yang berbulu, dada, putingnya yang telah tegang sampai ke pusarnya tak lepas dari jilatanku. Sebenarnya aku heran dengan tingkahku, baru pertama kali aku melakukan ini, tapi sudah seperti orang kesetanan. Dia pun memintaku untuk membuka celanaku, aku menurutinya sambil membuka celananya, beserta CD-nya sekalian.

Begitu tersembul kontolnya aku langsung terkesima, baru kali ini ada kontol orang lain yang terpampang nyata di depanku. Tanpa menunggu lebih lama lagi, kubelai kontolnya walaupun sebenarnya aku masih kaku melakukannya. Dia malah langsung mengulum kontolku yang sudah ereksi sejak tadi. Memang aku pernah di oral oleh cewek, tapi ternyata di oral oleh pria berkumis lebih nikmat rasanya. Aku berusaha untuk terus menggapai kontolnya, sehingga dia menuntunku untuk mengambil posisi 69. Dengan tanpa risih, kuoral kontol hitam dan tegang itu. Baru belakangan dia mengatakan bahwa aku mengoralnya dengan terlalu keras, sehingga gigiku membuat kontolnya sedikit ngilu. Aku pun meminta maaf, karena ini adalah untuk yang pertama kali aku melakukannya.

Setelah sekian lama saling mengoral, dia telah terlihat begitu pandai. Kemudian kami berganti posisi, aku di belakanginya, tapi dengan mulut tetap saling berpagut, dan tangan kami saling meremas kontol lawannya. Nampaknya dia sudah tidak tahan. Aku merasakan tangannya yang basah oleh ludahnya membasahi kontolku. Aku masih belum tahu apa yang akan dilakukannya, hingga kontolku merapat ke arah lubang anusnya yang ternyata juga telah basah oleh air liurnya hingga dengan tanpa hambatan kontolku pun langsung masuk ke anusnya. Bersamaan dengan kontolku yang mengocok anusnya dari belakang, bibir kami saling berpagut dan tanganku juga mengocok kontolnya. Aku tak ingin melepaskan bibir berkumisnya dari bibirku.

Gerakan Oncu makin cepat hingga memberi efek kenikmatan yang belum pernah kurasakan pada kontolku. Dan kocokan tanganku pun semakin cepat. Hingga akhirnya maniku menyembur dalam anusnya bersamaan dengan menyemburnya mani Oncu ke dadanya. Setelah beberapa saat Oncu bangkit sambil menahan dengan tangan agar mani di dadanya tidak berserakan ke seprei, menuju kamar mandi. Aku bangkit mengikutinya, dia berjongkok di atas toilet. Ternyata dia mengeluarkan maniku dari anusnya. Dinginnya air di Kota B yang terkenal dinginnya, telah menyegarkan tubuh kami kembali. Kami mengenakan celana kami kembali. Sambil menikmati rokok masing masing, kami terlibat pembicaraan mengenai percintaan yang baru saja kami lakukan.

“Gila, hebat banget kamu No, sudah lama nggak bercinta yah”, katanya.
“Iya, ternyata bercinta dengan sesama lelaki nikmat juga yah, ngomong ngomong sudah berapa kali Oncu beginian?”, tanyaku ingin tahu.
“Baru beberapa kali, hanya untuk variasi aja, kalau sama perempuan takut hamil”, jawabnya santai.

Pembicaraan kami terus berlanjut, sampai akhirnya dia kembali meremas celanaku tepat di depan kontolku yang langsung bereaksi. Aku pun meresponsnya dengan tak kalah agresif. Dan kami pun kembali bergumul, sampai akhirnya kami sama-sama telanjang kembali. Kali ini dia lebih aktif daripada sebelumnya. Tiba tiba dia pergi ke kamar mandi, untuk mengambil sabun cairku. Dioleskannya sabun tadi di kontolnya dan juga anusku. Rupanya dia ingin “memerawani” anusku. Aku diam saja saat dia merangsang daerah sekitar anusku, hingga kurasakan sebuah benda yang besar dan keras berusaha menembus anusku. Melihatku merintih, dia membelaiku dan mengatakan agar aku rileks dan tidak menahannya. Aku menuruti perkataannya dan sejurus kemudian ternyata kontolnya telah seluruhnya tertelan anusku.

Pelan tapi pasti dia memompa anusku. Ada perasaan aneh di anusku, ngilu, geli dan ada perasaan mulas tapi ada nikmatnya juga. Pompaannya semakin cepat dengan posisiku yang telentang di tepi bed dan dia berdiri sambil tangannya yang licin oleh sabun cair mengocok kontolku. Saat pompaannya semakin cepat, tiba tiba aku merasakan kedutan nikmat dari kontolnya di anusku. Rupanya maninya telah keluar hingga ada rasa hangat dan gatal di anusku, tapi justru inilah yang menambah kenikmatanku sampai akhirnya akupun menyemburkan maniku membasahi dada dan perutku. Setelah dia mencabut kontolnya yang lemas, aku langsung ke kamar mandi dan menuju WC karena mulas, tapi ternyata yang keluar hanya gas dengan dibarengi lelehan sperma Oncu.

Akhirnya kami tak jadi berjalan-jalan mengelilingi Kota B, tapi aku telah mendapatkan pelajaran dan pengalaman baru. Setelah agak malam, Oncu pulang kembali ke hotelnya, mungkin takut istrinya curiga. Besok paginya aku segera check out untuk meneruskan rencanaku menjelajahi Kota B sendirian, karena Oncu telah kembali kepada istrinya.

Saat cerita ini kutulis, aku masih terbayang-bayang wajah Oncu, seandainya saja dia membaca cerita ini, aku ingin mengatakan bahwa sebenarnya aku ingin mengulangi percumbuan kita karena aku masih belum puas melumat kontolnya yang hitam dan indah itu. Bahkan pada saat menulis cerita ini, madzi telah membasahi CD-ku.

Sampai saat ini aku selalu terangsang jika melihat orang yang berwajah mirip Oncu, tapi aku tak pernah berani memulai berbuat apa pun selain hanya mengkhayalkannya. Kadang kalau sedang ngebet-ngebetnya, aku sering juga berkhayal berpelukan dengan pria di sekitarku yang tak kukenal seperti sopir bis, satpam, polisi lalu lintas dan sebagainya.

Kalau ada yang ingin berkirim email, silakan saja, mungkin kalau cocok kita bisa “bersahabat”, yang penting kita sama-sama bersih.